Mengapa Ibra Merupakan Pilihan Tepat Bagi Milan?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Mengapa Ibra Merupakan Pilihan Tepat Bagi Milan?

Dikirim oleh: Wildan Karim*

Dalam beberapa hari ke belakang, AC Milan kerap dikait-kaitkan dengan bek AS Roma, Alessio Romagnoli. Sementara itu, di utara Eropa, Manchester United yang masih membutuhkan satu slot untuk penyerang dikabarkan tengah dekat dengan Zlatan Ibrahimovic, meskipun transfer tersebut agak sukar untuk terjadi. Namun, buat penulis, kembalinya Ibrahimovic ke Milan yang akan menyempurnakan transfer AC Milan pada musim ini.

AC Milan adalah salah satu kesebelasan terbaik dalam sejarah sepakbola. Dalam dua tahun terakhir, AC Milan sudah mengalami terlalu banyak penderitaan dan penghinaan. Sejak eksodus besar-besaran pada 2012, Milan tak memiliki stabilitas permainan ketimbang rival mereka yang lain seperti Juventus dan AS Roma. Milan sama sekali tidak menunjukkan penampilan kesebelasan dengan tujuh gelar Liga Champions.

Musim 2014/2015 barangkali menjadi salah satu musim terburuk dalam sejarah panjang Rossoneri. Pada awal musim, kesebelasan yang dinahkodai Filippo Inzaghi sempat menjanjikan bahkan pernah memuncaki klasemen pada tiga giornata awal. Lalu, Milan mulai bergerak tanpa arah dan sulit meraih kemenangan. Mereka akhirnya terdampar di peringkat ke-10, peringkat terburuk Milan dalam 40 tahun terakhir.

Dengan segala kemahsyurannya, Milan jelas tak pantas mengalami ini semua. Protes keras berulang kali dilontarkan Curva Sud, kelompok pendukung garis keras Milan, agar manajemen kesebelasan segera mengembalikan Milan seperti sebelumnya.  Salah satu protes yang paling keras adalah soal penjualan saham kepadap pengusaha Thailand, Bee Taechubol, yang mendapatkan 48 persen saham Milan.

Penjualan saham memberikan dana segar mulai dari perombakan posisi pelatih. Inzaghi yang dianggap terlalu lembek,  digantikan oleh Sinisa Mihajlovic, yang garang, keras, dan disiplin.

Setelah Mihajlovic resmi menjadi pelatih, Andrea Bertolacci menjadi rekrutan pertama dengan banderol 20 juta euro. Harga ini terbilang mahal jika berkaca pada aktivitas transfer I Rossoneri dalam tiga musim ke belakang. Demi mempertajam sektor penyerangan, Carlos Bacca dan Luiz Adriano didatangkan dengan mahar 30 juta euro dan delapan juta euro. Pada titik ini, banyak yang mulai berpikir kalau Milan sedang meniti langkah pendakian untuk kembali ke puncak persepakbolaan Eropa.

Aktivitas transfer Il Diavolo Rosso tak berhenti sampai di situ. Sejumlah nama dikabarkan diincar seperti Axel Witsel, Aymeric Laporte, dan tentu saja Romagnoli. Dari sekian nama tersebut, kabar paling spektakuler tentu terkait kembalinya Ibrahimovic ke Milan. Sejumlah portal berita menyatakan bahwa Milan menawari pemain berkebangsaan Swedia ini kontrak berdurasi tiga tahun dengan gaji enam juta euro per tahun, kostum nomor 10 dan jabatan sebagai kapten tim.

Berikut sejumlah alasan mengapa Milan begitu ngotot memulangkan Ibrahimovic dan mengapa kepulangannya ke San Siro akan menyempurnakan skuat asuhan Mihajlovic.

Karakter Pemimpin yang Kuat

Pada musim lalu, mayoritas pemain Milan merupakan pemain dengan kualitas rata-rata tim menengan Serie A macam Genoa, Torino, atau Sampdoria. Jika ditilik lebih dalam, penampilan mereka lebih mirip sebagai tim yg bertarung di zona degradasi ketimbang tim yg memperebutkan tiket Liga Champions.

Selain faktor pelatih, Milan tak punya pemimpin dalam skuat. Gennaro Gattuso pernah menggaris bawahi soal kepemimpinan ini. Milan tak punya pemimpin yang sama kuatnya di atas lapangan maupun di ruang ganti. Pun dengan Paolo Maldini yang menyatakan bahwa kualitas pemain Milan saat ini tidak buruk-buruk amat, “Mereka hanya tak memiliki panutan yang bisa dicontoh,” kata Maldini dalam wawancaranya dengan Carragher.

Ibra adalah kapten timnas Swedia dan wakil kapten PSG. Zlatan bermain dengan totalitas dan merupakan pemimpin bertipe lead by example. Pelatih Paris Saint-Germain, Laurent Blanc, memuji Zlatan sebagai pemimpin yang alami. Ia pun bertipe hampir mirip dengan kepribadian Mihajlovic. Keduanya bisa mengangkat Milan yang loyo menjadi milan yang garang dan penuh determinasi. Mereka pun tak segan menendang pemain yang ngeyel. Kalimat ‘menendang pemain’ tidak bermakna kiasan, mereka akan benar-benar menendang secara fisik!

Selama dua tahun bermain untuk Milan, Ibrahimovic terbukti sukses memimpin rekan-rekannya untuk bermain lebih baik. Kita tentu ingat bagaimana seorang Antonio Nocerino dan Kevin-Prince Boateng bermain sangat cemerlang pada musim 2011/2012, lalu menjadi flop setelah kepergian Zlatan. Contoh lain adalah bagaimana Robinho mampu tampil sensasional ketika bekerja sama dengan Zlatan untuk menenggelamkan Arsenal dengan skor 4-0 di San Siro. Kepemimpinan Zlatan akan membuat para pemain di sekitarnya tampil lebih baik.

Perusak Mitos Milan

Saat pertama kali bermain untuk Milan, 2010 lalu, Ibra memilih mengenakan kostum nomor 11. Di Milan, kostum tersebut dikenal sebagai pembawa sial. Sejumlah pemain seperti Jose Mari, Rivaldo, Alberto Gilardino, hingga Klaas-Jan Huntelaar. Ibra menghancurkan mitos tersebut dan menjelma menjadi pemain paling penting di Milan dalam kurun waktu dua tahun, dengan jersey sial tersebut.

Mitos lain yang berkembang di Milan adalah kegagalan pemain yang pulang. Ruud Gullit, Andriy Shevchenko hingga Ricardo Kaka’ gagal memberikan dampak besar untuk tim sebagaimana yang mereka mampu lakukan pada periode pertama mereka berseragam Merah-Hitam. Faktanya, baik Gullit, Sheva, maupun Kaka’ datang di saat usia dan performa mereka sudah menurun.

Di waktu-waktu terakhirnya bersama Milan, Gullit mengalami kesulitan untuk menembus tim utama yang pada akhirnya memaksa Gullit hengkang ke Sampdoria. Ketika kembali ke Milan, Gullit telah berusia 32 tahun dan kesulitan untuk bersaing dengan para pemain Milan lain. Sementara Shevchenko kembali ke Milan setelah tubuhnya membeku di London bersama Chelsea. Sheva bukan pilihan pertama di Chelsea dan penampilannya cenderung menurun seiring minimnya kesempatan dan bertambahnya usia sang bintang Ukraina. Kasus paling miris terjadi pada Kaka’, bakat dan kemampuan pemenang Ballon d’Or tahun 2007 disia-siakan oleh Madrid selama 4 tahun. Intinya, Kaka’ tidak datang sebagai Kaka’ sang andalan tapi datang sebagai seorang pesakitan.

Di usianya yang telah 33 tahun dan akan menginjak 34 tahun pada Oktober mendatang, tidak sedikit yang mempertanyakan keputusan Milan mengincar Ibrahimovic. Para tifosi khawatir Zlatan akan bernasib sama sebagaimana tiga pendahulunya. Benarkah demikian? Fakta di lapangan berkata bahwa Zlatan bukan pemain yang mengalami penurunan performa sebagaimana pendahulunya. Catatan dari WhoScored Zlatan pada musim lalu adalah 19 gol dan 6 assist dalam 23 penampilan, angka yang tidak sembarangan. Selain itu, Zlatan akan datang sebagai pemain andalan, bukan pesakitan yang ingin membangkitkan karir sebagaimana Sheva dan Kaka’.

Butuh Penyerang Berpengalaman

Fakta bahwa Milan telah mendatangkan Carlos Bacca dan Luiz Adriano yang berposisi sebagai penyerang tengah tidak menyurutkan kabar kepulangan Ibrahimovic ke Milan karena Milan memang masih membutuhkannya. Dalam beberapa tahun terakhir, Bacca memang telah mejadi striker top untuk Sevilla dan Timnas Kolombia sementara Adriano telah membuktikan kapabilitasnya bersama Shaktar Donetsk.

Namun, keduanya sama sekali belum teruji di Serie A dan belum pernah bermain untuk kesebleasan sebesar AC Milan. Dengan demikian, Milan tetap membutuhkan striker yang telah terbukti mampu meraih kesuksesan di Serie A dan telah memperkuat tim top Eropa, Zlatan adalah jaminan sukses untuk Milan. Kolektor 12 gelar liga di empat liga top Eropa akan menjadikan Milan sebagai favorit penantang Juventus untuk perebutan scudetto.

Zlatan adalah Wine

Beberapa tahun lalu, Zlatan mengatakan bahwa dirinya menyerupai wine yang semakin baik seiring bertambahnya usia. Suatu pernyataan kontroversial yang mengandung kebenaran. Ketika Milan melepasnya pada tahun 2012, usianya hampir 31 tahun dan beberapa pengamat menyatakan bahwa PSG melakukan kekeliruan besar dengan transfer tersebut. Faktanya, sejarah PSG bersama Nasser Al-Khelaifi dibentuk dengan Zlatan Ibrahimovic sebagai fondasinya.

Setelah dilepas Milan, performa Ibrahimovic tidak terlihat menurun. Para netizen kerap dibuat kagum oleh gol-gol sensasional yang diciptakannya baik bersama PSG maupun Timnas Swedia. Anda tentu masih ingat bagaimana tendangan saltonya meruntuhkan Timnas Inggris ‘kan?

Fakta bahwa Ibrahimovic akan berusia 34 tahun pada Oktober mendatang bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan oleh tifosi Milan. Serie A adalah liga yang mengedepankan taktik dan terbukti sesuai untuk para pemain berpengalaman atau veteran. Kita bisa melihat bagaimana Tevez mampu meraih sukses besar di usia 29-31 tahun meskipun awalnya sempat diragukan oleh banyak pihak.

Fakta lain yang tidak kalah mencengangkan adalah capocannoniere di Serie A musim lalu adalah Luca Toni yang telah berusia 37 tahun! Tanpa bermaksud merendahkan, kita semua tahu bahwa Zlatan adalah pemain dengan kelas yang lebih tinggi daripada Luca Toni. Di usianya yang telah dewasa dan fakta bahwa pemahaman taktikal yang semakin kaya seiring bertambahnya usia, Zlatan akan menjadi rekrutan sempurna bagi AC Milan untuk kembali merajai Serie A!

Foto: chinadaily.com.cn

*Penulis merupakan pesepakbola dan pemain futsal amatir yang bekerja sebagai konsultan kebugaran. Tinggal di Yogyakarta. Berakun twitter @wildankarim

Komentar