Ketika Carlitos Mudik ke Tempat Segalanya Bermula

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Ketika Carlitos Mudik ke Tempat Segalanya Bermula

Dikirim oleh: Arya Vidya Utama*

Bulan Ramadhan tahun ini hanya tingal menyisakan beberapa hari saja. Seperti biasa, umat Muslim di Indonesia masih harus menunggu kapan tepatnya bulan penuh berkah ini berakhir. Penentuan ihwal 1 Syawal baru akan dibahas dalam Sidang Isbat di malam ke-29 nanti.

Ketidakjelasan ini tak menghalangi para pemudik untuk kembali ke kampung halamannya. Tiket kereta api sudah ludes terjual jauh sebelum minggu terakhir Bulan Ramadhan. Terminal bus sudah mulai dipenuhi para penumpang yang membawa kardus berisi buah tangan untuk famili di kampungnya. Kepadatan kendaraan mulai terlihat di jalur-jalur mudik utama.

Rupanya, di Bulan Ramadhan ini tak hanya umat Muslim di Indonesia saja yang mudik ke kampung halaman. Seorang pemain asal Argentina juga kembali ke tanah tempat ia dibesarkan dulu sebelum mengembara di tanah Eropa. Carlos Alberto Martinez Tevez namanya, namun ia lebih dikenal dengan nama Tevez atau Carlitos.

Carlitos adalah sensasi yang dimiliki Boca Juniors di awal abad ke-21. Ia memulai debutnya pada usia 16 tahun, tepatnya di musim 2001/02. Dari 11 penampilan di Liga Argentina, ia berhasil mencetak satu gol. Tak buruk untuk debutan yang belum genap berusia 17 tahun.

Kegemilangan Carlitos muncul di musim berikutnya. Ia semakin dipercaya Carlos Bianchi, pelatih Boca saat itu, untuk bermain lebih banyak di Liga Argentina. Dari 32 penampilannya, ia berhasil mencetak 10 gol. Carlitos juga berhasil membawa Boca Juniors juara Copa Libertadores 2002 dengan mencetak satu gol ke gawang Santos di final leg kedua. Carlitos adalah pemain juara, ia bisa membawa tim yang dibelanya meraih gelar juara.

Kegemilangan ini tak juga terlepas dari kontroversi. Ya, Carlitos adalah pemain yang masuk dalam kategori bengal. Golnya ke gawang rival abadi Boca Juniors, River Plate, dalam semi-final Copa Libertadores 2004 membawa Boca ke final, namun ia tak bermain di final akibat kartu merah konyol. Tindakan ini ia lakukan karena sepanjang pertandingan River hanya bermain layaknya ayam, hanya bisa bertahan. Akhirnya Boca kalah adu penalti di final melawan Once Caldas.



Di tengah meroketnya minat dari banyak klub Eropa, Carlitos akhirnya lebih memilih hijrah ke Corinthians pada tahun 2004, dengan nilai transfer yang cukup fantastis pada saat itu. Ia pun langsung menjadi tulang punggung Corinthians dan dipercaya menjadi kapten tim. Namun karirnya di Corinthians tak berlangsung lama, lagi-lagi karena kebengalannya. Ia menolak bermain untuk Corinthians di tahun 2006.

Tak mau ambil pusing, Corinthians memilih untuk melegonya. Musim 2006/07, West Ham menjadi destinasi berikutnya sekaligus menjadi awal pengembaraannya di tanah Eropa. Bersama Javier Mascherano, Carlitos berhasil mengamankan West Ham dari jerat degradasi dan ia terpilih menjadi pemain terbaik West Ham di musim itu.

Bukan Carlitos namanya jika tidak membuat kontroversi. Pada bulan November 2006, ia langsung meninggalkan stadion dan meluapkan kemarahannya saat diganti dalam laga melawan Sheffield United. Sebagai hukuman, kompatriotnya di West Ham memutuskan sebuah hukuman unik bagi Carlitos. Setengah dari gaji yang ia terima harus didonasikan dan berlatih dengan baju timnas Brasil, yang notabene adalah rival abadi Argentina.

Kontroversi tak berhenti di situ. Ternyata transfer Carlitos dan Mascherano tak sesuai dengan regulasi FA: West Ham tidak memiliki kepemilikan penuh atas kedua pemain ini.  Separuh dari kepemilikan jatuh pada Media Sport Investment, pihak yang membantu transfer Carlitos ke Corinthians. Padahal, Liga Inggris tak mengenal sistem co-ownership.  West Ham akhirnya dijatuhi denda £ 5,5 juta.

Kota Manchester menjadi kota tempat pengembaraan berikutnya. 6 tahun ia habiskan untuk membela dua sisi tim Kota Manchester. Dua musim pertama ia habiskan di Old Trafford dengan kontribusi 6 gelar untuk Setan Merah: 2 gelar Liga Inggris, Piala FA, Piala Liga, Piala Liga Champion, dan gelar Juara Dunia Antarklub. Sisa pengembaraannya ia habiskan di rival abadi Setan Merah, Manchester City.

Di Kota Manchester ia kembali berulah. Setelah memicu amarah fans Setan Merah karena pindah ke tim rival sekota, Carlitos juga berulah di Manchester City.  September 2011, di laga Liga Champions melawan Bayern Munich, ia menolak dimasukkan Roberto Mancini, pelatih City saat itu, sebagai pemain pengganti. Atas tindakannya, ia diskorsing oleh Manchester City, dimasukkan ke dalam daftar jual, dan namanya dicoret dari skuad City di Liga Eropa.

Toh pada akhirnya keduanya melunak. Setelah tak ada yang berminat di bursa transfer musim dingin dan ucapan permintaan maaf terbukanya, Carlitos akhirnya kembali ke skuad utama Manchester City di bulan Februari 2012 setelah 5 bulan skorsing. Baru pada bulan Maret ia kembali bermain. Kontribusinya berhasil menghantarkan Manchester City merengkuh gelar setelah penantian panjang selama 44 tahun.

Musim 2013/14, pengembaraan Carlitos berlanjut ke Italia. Ia bergabung dengan Juventus. Di Turin ia menjadi sosok yang berbeda: tidak menciptakan kontroversi. Ya, selama dua musim berkostum Juventus, Carlitos menjadi sosok jinak. Toh menjadi jinak tak menurunkan stastusnya sebagai pemain juara. Carlitos berhasil mengantar Juventus merengkuh dua gelar Liga Italia.

Capture

Carlos Tevez saat diperkenalkan sebagai pemain Boca Juniors 13 Juli 2015 (Foto: Mundo D Lavoz)

Sebelas tahun mengembara di negeri orang, akhirnya pengembaraan Carlitos berakhir. Ia mudik ke Argentina di bulan Juli 2015 untuk bergabung ke klub yang membesarkan namanya, Boca Juniors. Ini merupakan cita-cita dari Carlitos sendiri, karena pada tahun 2012 ia pernah berujar untuk pensiun di Boca Juniors. Melihat usianya yang kini sudah menginjak 31 tahun, cita-citanya akan terwujud tak lama lagi.

Namun, kembalinya Carlitos ke Boca Juniors tak hanya perkara mudik dan pensiun semata. Sebagai pemain juara, ia masih punya satu tugas besar menanti: membawa Boca Juniors ke performa terbaiknya. Mereka memang memenangkan Liga Clausura pada tahun 2011, namun 6 tahun terakhir performa Boca Juniors tak konsisten. Di Liga Argentina performa mereka naik turun layaknya sebuah yo-yo.

Entahlah apakah Carlitos sanggup menunaikan tugas besar itu. Kini ia hanya perlu menikmati waktu-waktu perdananya kembali ke rumah yang lama. Setelah sekian tahun bersama sekian kesebelasan dan sekian kontroversi, Carlitos akhirnya kembali ke tempat segalanya bermula.

Selamat pulang, Carlitos. Selamat mudik untuk kita semua!


Arya Vidya Utama, seorang mahasiswa magister manajemen tingkat akhir yang tengah berkutat dengan tesisnya. Dulu pernah bercita-cita menjadi pemain sepakbola, namun sekarang lebih memilih menjadi penonton setia saja. Saat ini aktif berkegiatan di Komunitas Aleut. Cukup aktif nge-twit seputar sepakbola di @aryawasho

Komentar