Melankoli Podolski

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Melankoli Podolski

Lukas Podolski dikenal sebagai pemain yang tidak pernah setengah-setengah mengumpulkan koleksi benda-benda yang mewakili pikiran emosinya. Dari mobil mewah yang menggambarkan passion-nya sebagai penggemar Formula 1 khususnya Michael Schumacer sampai sepatu sepakbola khusus final Piala FA 2014 sebagai bentuk simpatinya kepada Schumi.

Hubungan antar manusia merupakan penting pemain berposisi penyerang tersebut. Ia pemain yang tahu benar seperti apa merawat hubungan baik dengan orang lain, terutama mereka-mereka yang pernah menjadi bagian hidupnya. Schumi hanya salah satunya saja.

Ia misalnya sangat sulit untuk melupakan jasa-jasa yang diberikan FC Koln yang sangat berandil membesarkan namanya. Sewaktu merintis karir senior pertamanya bersama Koln ia menjadi mesin gol kesebelasan berjuluk The Billy Goats tersebut dengan mengemas 46 angka dari 81 pertandingan.

Hubungan baik dan manis itulah yang membuat Koln tetap menerima kepulangannya ketika ia gaga bersinar saat hijrah ke Bayern Munich. Koln pun bahkan menyanggupi permintaan Munich yang bersedia melepas pria keturunan Polandia tersebut dengan harga yang sama ketika menjualnya seharga 10 juta euro, harga cukup mahal bagi kesebelasan sekelas The Billy Goats.

Koln rela membeli kembali Podolski dengan harga yang sama bahkan walaupun pemain kelahiran 4 Juni 1985 itu hanya mencetak 15 gol sepanjang 2006-2009 di Muenchen. Saking merosotnya penampilan Podolski, ia yang pernah menjadi pemain muda terbaik Piala Dunia 2006 itu bahkan sempat mencicipi harus turun bermain bersama Bayern Munich II.

Podolski kembali ke Koln, dan Koln sudi menerima Podolski lagi, karena tidak lain faktor suporter Koln. Para suporter Koln rela mengeluarkan uang 25 euro untuk membeli foto Podolskidi website resmi The Billy Goats. Uang itulah yang digunakan untuk membeli kembali Podolski. Manis sekali, bukan?

Cerita kedekatan Podolski dengan suporter tidak cuma berhenti di situ. Ketika harus angkat kaki dari Arsenal ke Internazionale Milan pada bursa transfer Januari 2015, itu juga bukan hal yang mudah bagi Podolski. Beberapa kalangan menyayangkan hijrahnya Podolski ke Italia. Padahal kontribusinya untuk Si Meriam (The Gunners), julukan Arsenal, tidak terlalu minim. Rasio mencetak gol Podolski bisa dibilang baik, bahkan dinilai lebih baik daripada Thierry Henry sebagai legenda hidup Arsenal.

Kendati dalam dua setengah musim bersama Si Meriam ia hanya mencetak 19 gol dari 60 pertandingan, namun rasio gol per menitnya mengungguli Henry. Jika Henry membutuhkan 121 menit per satu gol, Podolski hanya 117 menit per gol. Tidak buruk, tentu saja.

Simak cerita-cerita lain tentang Thierry Henry. Silahkan bernostalgia dengan klik tautan ini

Hanya saja kesempatan bermain terlalu sedikit diberikan Arsene Wenger, Keputusan manajer Arsenal yang kerap mencadangkannya itulah yang membuat dirinya terpaksa angkat kaki dari Kota London menuju Milan.

Pada awalnya diprediksi Podolski bisa gemilang membela I Nerazurri, julukan Inter. Tapi lagi-lagi karirnya tidak berkembang. Kemampuan terbaiknya bisa dibilang hanya muncul pada debutnya di Serie-A ketika menyelamatkan kesebelasan besutan Mancini tersebut dari kekalahan saat mencetak gol untuk menyamakan kedudukan menjadi 1-1 melawan Juventus.

Walau pada laga itu pemain berkaki kidal tersebut baru dimasukan pada menit ke-54 namun ia mampu mengubah pola serangan Inter dan menambah agresifitas. Sebelum Podolski masuk, Inter hanya mengandalkan Danilo D'Ambrosio. Setelah Podolski masuk, permainan Nerazurri lebih efektif, lebih pintar memainkan tempo dan ia pun aktif dalam pembagian bola kepada rekan-rekannya untuk membantu serangan. Dari 36 menit permainannya itu Podolski melepaskan 31 kali operan dengan akurasi 90 persen. Bahkan dua dari operannya tersebut merupakan operan kunci dan salah satunya hampir menjadi sebuah gol untuk Mauro Icardi.

Tapi sejak itu menit bermainnya tidak bertambah, malah kian sedikit. Sehingga Podolski akhirnya melanjutkan kecenderungan yang terjadi di Muenchen dan Arsenal: menghuni bangku cadangan.

Roberto Mancini, pelatih Inter, akhirnya meragukan kemampuan Podolski. Mancini memilih tidak mempermanenkan kontrak Podolski. Akhirnya Podolski pun dikembalikan ke kesebelasan asalnya. Akan tetapi di Arsenal pun ia masih belum bisa menggugah hati Wenger. Ia lagi-lagi tidak menjadi pilihan utama.

Kini Podolski sudah memutuskan masa depannya. Ia memilih bergabung dengan Galatasaray. Kesebelasan top Turki itu mengeluarkan uang sekitar 2,5 juta euro untuk memboyongnya ke Istanbul untuk tiga musim ke depan.

2A3B162000000578-3154131-image-a-48_1436403416238


Tapi kepergian pemain 30 tahun itu dari Arsenal, seperti biasa, dirayakan lagi-lagi dengan cara yang manis. Untuk mengenang karirnya bersama Arsenal ia membuat sebuah surat terbuka yang diunggah pada akun Twitter @Podolski10.

"Selama tiga tahun terakhi saya sudah bahagia bekerja dengan beberapa orang yang menakjubkan di Arsenal, saya ingin berterima kasih kepada semua orang dari staf di belakang layar, untuk manajer dan rekan tim saya yang membantu membuat London tak ubahnya rumah kedua bagi saya. Saya yakin bahwa musim depan Arsenal akan menjadi penantang serius untuk gelar liga dan saya akan menontonnya sebagai seorang penggemar! COYG," tulis Podolski.

Selain surat, ia juga mengunggah video berisi beberapa kilasan sewaktu berkostum Arsenal termasuk ketika memenangkan Piala FA 2014, mencetak gol ke gawang Tottenham di Stadion White Hart Line, serta merayakan kemenangan bersama anaknya di lapangan Stadion Emirates.

Satu-satunya kesebelasan yang mungkin tidak membangkitkan ikatan emosional baginya adalah Inter. Karirnya terlalu singkat, dan juga tidak terlalu manis. Inter, barangkali, seperti "hubungan satu malam" bagi emosi-emosi Podolski. Sementara Arsenal dan Koln merupakan hubungan yang serius dan panjang bagi Podolski.

Apalagi Koln dengan suporternya, sudah pasti menjadi melankoli tersendiri bagi seorang Podolski.

Komentar