Ujung Perjalanan Ariel Ortega di Bawah Naungan Cinta Passarella

Cerita

by Redaksi 41

Redaksi 41

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ujung Perjalanan Ariel Ortega di Bawah Naungan Cinta Passarella

Masih ingat Ariel Ortega Arnaldo? Dia dijuluki El Burrito atau The Little Donkey. Gelandang serang yang nyaris selalu menggunakan nomer 10 ini telah bermain untuk banyak kesebelasan, seperti Old Boys Newell, Parma, Valencia, Fenerbahce hingga Sampdoria.

Di kancah internasional, Ortega telah tampil sebanyak 97 kali bersama Argentina dengan menorehkan 19 gol, sampai 2008. Ia juga tiga kali tampil di Piala Dunia 1994, 1998 dan 2002, serta meraih medali perak di Olimpiade Musim Panas 1996.

Di masa jayanya, Ortega dikenal sebagai pemain yang mahir menggiring bola serta umpan lambungnya. Selama bertahun-tahun ia juga berhasil membuat namanya dikenal sebagai eksekutor bola mati. Sebagaimana kebanyakan pemain Argentina yang mengampu nomer punggung 10, Ortega pun punya kemahiran sebagai pengendali permainan. Play maker.

Sayangnya, semua kemampuannya ini tertutupi berkat tingkah lakunya yang dikenal temperamental, dan sempat juga didera kecanduan alkohol.

Ulahnya yang mungkin banyak diingat adalah kartu merah yang diterimanya di Piala Dunia 1998 saat menghadapi Belanda di perempatfinal. Kala itu Ortega menanduk wajah penjaga gawang Belanda, Edwin van de Sar, setelah kiper Belanda itu menuduhnya melakukan diving. Akibat kehilangan Ortega, Argentina kesulitan menembus pertahanan Belanda. Dan Argentina justru harus kebobolan dan kalah 1-2.

Meski membuat aksi konyol di Piala Dunia 1998, Ortega tidak kehilangan kepercayaan dari pelatih Argentina berikutnya untuk berangkat ke Piala Dunia 2002. Bahkan ia juga tidak kehilangan kepercayaan dari rakyat Argentina.

Namun di Piala Dunia tersebut, Ortega dan Argentina-nya harus menelan pil pahit. Mereka harus berakhir di babak grup setelah hanya meraih 4 poin, kalah dari Swedia dan Inggris yang meraih 5 poin. Dan itu pun menjadi Piala Dunia terakhirnya. Berakhir dengan menyedihkan serta memalukan.

Untuk level klub, ia masuk kategori salah satu investasi terburuk di Serie A -- setidaknya menurut Gazzetta dello Sport.  Ia datang dari Valencia ke Sampdoria dan kemudian ke Parma sebelum pindah ke Fenerbahce dengan harga  15 juta dollar.

Tapi Ortega hanya bermain 14 pertandingan di Turki dan membuat keputusan untuk pergi lebih cepat dengan alasan ia menemukan kesulitan beradaptasi. Akibat keputusannya itu, spanduk berbahasa Spanyol yang bertulisan “Cobarde Gallina Ortega” (Ortega Seorang Pengecut) terbentang di teras tribun. Selain mendapat hujatan, Ortega juga harus menerima hukuman dari FIFA atas pelanggaran kontrak. Ia pun dijatuhi hukuman 19 bulan tak boleh bermain.

Meskipun sadar tengah dalam masa hukuman, ia tetap mencoba untuk mendapatkan kesempatan bermain bersama  River Plate, tetapi tidak berhasil. Di tahun 2004, setelah periode hukumannya berakhir, Ortega bergabung dengan Old Boys Newell bukan River Plate. Keputusan itu dibuat karena Americo Gallego, pelatih Newell pada waktu itu, dan juga teman baik Ortega, yang memintanya untuk bergabung. Mereka kemudian memenangkan Liga Apertura tahun 2004.

Setelah dua tahun bermain untuk Newell, Ortega kembali ke River Plate, kesebelasan masa kecilnya, pada 2006. Daniel Passarella yang kala itu merekrutnya kembali ke River Plate. Tapi keberuntungan tidak hinggap untuknya. Ia bermain hanya setengah musim, dan harus masuk rehabilitasi di Buenos Aires karena kecanduan alkohol.

Pada 2007, setelah kembali dari masa rehabilitasi, Ortega kembali muncul di sesi latihan. Selama memimpin latihan, awak wartawan yang meliput sesi latihan mengabarkan jika Passarella termenung sembari duduk di atas bola dan hanya memandang dari kejauhan. Passarella dikabarkan teringat dengan putranya yang tewas dalam insiden kecelakaan mobil.

Selama masa-masa kembali dari rehabilitasi, permainan Ortega terbilang stabil, namun dalam jiwanya, ia belum sepenuhnya sembuh. Ortega harus keluar dan masuk ruang rehabilitasi dibantu oleh tim ahli. Ya, apa lagi jika bukan karena alkohol. Tidak kunjung sembuhnya Ortega membuat Passarella merasa berkecil hati.

Dengan keluar masuknya Ortega dari tim, itu juga menjadi kendala bagi Pasarella untuk menerapkan skema ideal yang dikehendakinya. Pasarella akhirnya dipecat pada akhir musim itu. Posisinya digantikan Diego Simeone, yang juga pernah menjadi rekan Ortega di Piala Dunia. Belum lama Simeone melatih River Plate, Ortega kembali membuat ulah. Wartawan mengabarkan jika Ortega berpesta minuman dan juga mengancam sang istri. Akibat ulahnya tersebut, ia diasingkan ke kesebelasan Independiente Rivadavia.

Tapi perjuangan Passarella untuk menyelamatkan Ortega tidak putus setelah ia dipecat sebagai platih River Plate. Setelah sukses menjadi presiden River Plate di tahun 2009, Passarella membuat perjudian dengan membawa Ortega kembali ke River Plate. Ia percaya jika mampu menyelamatkan Ortega dari keterpurukan, meskipun itu melibatkan masalah biaya, kontrak dan rehabilitasi.

Atas keputusannya itu pun, Passarella harus menanggung cacian dari pemberitaan media akibat keputusannya membawa Ortega kembali.

Setidaknya meskipun Passarella mendapat cacian dari pemberitaan media, keputusannya justru sedikit mendapat apresiasi dari psikolog olahraga Argentina. “Dalam kasusnya saya percaya bahwa terapi terbaik adalah dengan terus bermain,” ujar Marcelo Roffe.

Ya, mungkin Passarella hanya merasa jika jalan terbaik untuk melepaskan Ortega dari candu alkohol hanyalah dengan membiarkannya untuk terus bermain.

Hingga akhirnya pun tiba. Di tahun 2013 Ortega menggelar laga perpisahannya antara River Plate XI vs Ortega XI sebelum pensiun di Estadio Monumental, Buenos Aires. Dalam laga tersebut anak Ortega yang masih berusia 12 tahun juga turut bermain, Tomas Ortega. Istimewanya, sang anak berhasil mencetak gol yang diawali umpan dari Ortega sendiri.

Ortega pun merayakan gol tersebut dengan memeluk sang anak. Mata pemain berjuluk El Burrito itu terlihat berkaca-kaca. Mengakhiri kisah pahitnya di sepakbola melalui satu umpan dan satu pelukan kasih bersama sang anak dalam merayakan gol.



Komentar