Di Bench Itu, Jarum Jam Tak Kedengaran Lagi....

Cerita

by Zen RS

Zen RS

Board of director | Panditfootball.com

Di Bench Itu, Jarum Jam Tak Kedengaran Lagi....

Lima menit setelah tendangan penalti Achmad Jufriyanto menembus gawang Persipura, saya melihat bench Persib Bandung kosong melompong. Ada beberapa botol minuman tergeletak, ada beberapa lembar kertas terserak. Tapi tak ada siapa-siapa di sana. Kosong.

Di atas rumput Jakabaring, ratusan orang merayakan kemenangan Persib -- kemenangan yang memastikan trofi juara singgah di Bandung. Para pemain berbagi isak dan histeria bersama staf ofisial, pelatih, manajemen, keluarganya hingga bobotoh. Nyanyian kemenangan datang bergelombang dari arah tribun timur. Suar menyala, kembang api meledak.

Tidak ada siapa-siapa di bench Persib Bandung. Tak ada yang duduk di kursi-kursi yang biasanya disesaki banyak orang. Di hari-hari biasanya, saat pertandingan genting atau tak genting, kadang nama-nama tak penting pun berdesakan di sana. Tapi tidak saat itu....

Namun rupanya ada siapa-siapa di sana. Walau bukan di bench. Satu meter di samping bench itu, Zulkarnaen duduk di karpet hijau. Kitman yang sudah bekerja selama 15 tahun di kesebelasan Pangeran Biru itu menatap ke arah lapangan yang sedang hingar bingar oleh kebahagiaan. Ia memegang kardus botol minuman yang sudah habis. Matanya berkaca-kaca.

Saya mendekati bench dan kemudian duduk di salah satu kursinya. Jarak kami begitu dekat. Kurang dari dua meter. Ia tak melihat saya. Saya yang melihatnya dengan lekat. Matanya terus menatap ke arah lapangan yang disesaki mereka yang sedang berbahagia.

jarum jam tak kedengaran lagi

"Teu ka lapang, mang?" tanya saya dengan suara agak keras untuk memastikan ia bisa mendengar dengan jelas (artinya: tidak ke lapangan, mang?").

Ia menoleh mendengar pertanyaan saya. Tersenyum. Lalu kembali menatap ke arah lapangan. Tak lama kemudian ia berdiri, membawa kardus yang sedari tadi dipegangnya ke tengah lapangan. Dengan cepat sosoknya yang agak gemuk menghilang di tengah kerumunan orang-orang yang sedang berbahagia.

Dari bench yang sepi dan hening, gantian saya yang menatap ke arah lapangan. Hingga beberapa menit kemudian saya masih tetap di situ. Lalu ia berjalan ke arah bench lagi. Ia duduk, juga dalam posisi pantat menempel di karpet, di tempat sebelumnya. Ia kembali menatap lapangan yang masih diselimuti kebahagiaan yang tak terkatakan.

Saya ikut berbahagia untuknya. Saya berbahagia juga untuk diri sendiri. Kami berbagi kebahagiaan dalam jarak dekat, namun dengan pikiran sendiri-sendiri. Masing-masing tinggal.

Niscaya ia akan mengenang dengan sebaik-baiknya peristiwa malam ini. Sebagaimana juga saya. Dan mungkin ia juga setuju bahwa pada momen-momen seperti itulah hidup bukan bergerak dari waktu ke waktu melainkan dari suasana ke suasana.

Di bench itu, jarum jam tak kedengaran lagi...

Esai foto ini ditulis sebagai salah satu bahan/materi kelas menulis Pandit Football Indonesia yang diselenggarakan kemarin, 8 Juni 2015.

Komentar