Xavi, Sang Maestro yang Sederhana

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Xavi, Sang Maestro yang Sederhana

Oleh: Akhmad Sofi Bakhri*

Xavi Hernandez mengakhiri karir di Barcelona pada waktu yang begitu tepat. Dua pertandingan kompetitif terakhirnya adalah dua partai final: Liga Champions dan Copa del Rey. Penting atau tidaknya kehadiran Xavi dalam pertandingan tersebut, Luis Enrique agaknya tetap akan memainkan pemain yang mendedikasikan 17 tahun hidupnya untuk tim senior Barcelona itu.

"Xavi tak ada gantinya karena tidak ada dua pemain yang sama. Kami harus beradaptasi tanpanya,” kata Enrique seperti dikutip Detik Sport.

***

Playing Football is very simple, but playing simple football is hardest thing there is.

Bagi Johan Cruyff bermain sederhana merupakan tngkatan tertinggi dalam permainan sepakbola. Padahal, bermain sederhana merupakan dasar bagi semua pesepakbola di seluruh dunia. Passing, controlling, dan dribbling merupakan tiga teknik dasar dalam sepakbola. Dengan tiga hal tersebut, para seniman lapangan hijau berhasil menyulap sepakbola yang awalnya cuma bagian dari cabang olahraga, menjadi olahraga terpopuler dengan kompleksitas tinggi.

Cruyff merupakan mantan pemain sekaligus mantan pelatih yang tak bisa dilepasan begitu saja dari sejarah besar Barcelona. Dialah yang menanamkan filosofi total-football di tubuh Blaugrana. Berkat filosofi itu pulalah, Pep Guardiola berhasil mengembangkan gaya bermain tiki taka yang membuat Barcelona merajai Eropa dan dunia. Strategi tersebut yang kemudian menjadikan Pep sebagai pelatih pertama Barcelona yang merengkuh enam gelar dalam satu tahun kalender dalam debut kepelatihannya.

Meskipun terlihat rumit, sebenarnya cara bermain Barcelona di bawah Pep amatlah sederhana. Para penggawa Barcelona dituntut untuk mengoper bola sebanyak mungkin dan diimbangi dengan kontrol bola sebaik mungkin guna menguasai pertandingan sembari mencari celah dengan memanfaatkan kelengahan lawan.

Selain Barcelona, kesebelasan negara Spanyol pun mengadopsi gaya bermain tiki taka sebagai dasar strategi. Pelatih Vicente Del Bosque menempatkan Xavi Hernandez sebagai jenderal lini tengah. Hasilnya begitu manis karena mereka bisa membawa pulang gelar juara Piala Dunia 2010.

Lini tengah Spanyol kala itu memang dianggap sebagai yang terbaik di dunia. Selain Xabi, Andres Iniesta, Sergio Busquets, serta Xavi, mereka pun didukung para pemain lain yang tak kalah hebat macam Francesc Fabregas, Juan Mata, serta David Silva. Dengan skuat seperti itu, lini tengah Spanyol begitu bervariasi. Ini pula yang menjadi kekuatan utama Spanyol dalam meraih Piala Dunia mereka yang pertama kali.

Gelandang-gelandang Spanyol memiliki peran penting bagi kesuksesan La Roja. Busquets dan Xabi berperan sebagai penyeimbang lini tengah dan sebagai penyalur lini belakang ke lini depan.

Khusus untuk Xavi, ia bukanlah gelandang yang begitu atraktif macam Iniesta. Soal fisik, ia pun tak sekuat Patrick Vieira, dan tak sekomplet Wesley Sneijder. Xavi pun bukan pemain yang mampu berlari macam Cristiano Ronaldo, bukan juga yang pandai meliuk-liuk seperti Lionel Messi.

Xavi hanyalah gelandang yang memiliki kemampuang passing dan controlling yang nyaris sempurna. Didukung dengan visi yang baik, pengatur tempo yang handal, Xavi juga dikenal sering melepaskan umpan-umpan tajam dan akurat yang membelah pertahanan lawan.

Lihat juga: Infografis: Xavi Si Dewa Umpan

Di Barcelona Sejak Kecil

Xavi lahir pada 25 Januari 1980, di kawasan Terrassa, dengan nama Xavier Hernandez I Creus. Xavi kecil mulai menapakkan kaki di akademi Barcelona saat usianya menginjak 11 tahun. Bakatnya kian terasah tahun demi tahun di akademi La Masia.

Pada 1998, pelatih Barcelona saat itu, Louis van Gaal, memberi debut pada Xavi di tim senior. Tidak tanggung-tanggung karena debut resmi pria yang dijuluki “Sang Maestro” tersebut terjadi pada partai final Super Copa menghadapi RCD Mallorca.

Dua bulan berselang, Xavi mengecap debut di La Liga. Kian hari, Xavi kian menunjukkan eksistensinya sebagai gelandang dan aset terbaik yang dimilliki Barcelona. Ini terbukti pada musim 2004/2005 saat Xavi ditunjuk sebagai wakil kapten Barcelona.

Nou Camp memang menjadi tempat Xavi menimba ilmu dari pesepakbola-pesepakbola papan atas yang dimiliki Barcelona. Xavi dapat dengan mudah belajar langsung dari senior-seniornya seperti Cocu, Enrique, Rivaldo, Figo serta gelandang-gelandang terbaik yang dimiliki Barcelona lainnya.

Xavi sempat kehilangan tempat setelah kehadiran gelandang Portugal, Deco, pada musim 2004/2005. Namun, ia selalu menunjukkan kemampuan terbaik dan menyadarkan direksi Barcelona bahwa ia adalah aset terbaik Barcelona di posisi gelandang. Hal tersebut terbukti setelah direksi Barcelona rela menjual Deco demi memberi kembali tempat untuk sang putra Catalan tersebut.

Harus Pergi

Xavi telah menyatakan ia akan pergi dari Barcelona pada akhir musim ini. Ada banyak hal yang membuat Xavi begitu dikenang oleh para penggemar. Hingga saat ini, Xavi mencetak rekor yang salah satunya sebagai pemain dengan total 764 pertandingan bersama Blaugrana. Barcelona pun beberapa kali diantarkannya menuju tangga juara dibeberapa kejuaraan bergengsi di Eropa bahkan dunia.

Xavi berhasil mencapai tingkatan tertinggi dalam sepakbola dengan kesederhanaan yang ia punya. Sang Maestro berhasil mempersembahkan  delapan gelar La Liga, tiga gelar Liga Champions, tiga gelar Piala Dunia antarklub, enam gelar Super Copa Spanyol,  serta beberapa piala lagi yang ia sumbangkan untuk memperbanyak koleksi di dalam lemari Barcelona.

Sepeninggal Carles Puyol dan Victor Valdes yang menjadi panutan, kini Barcelona mesti kembali kehilangan Xavi. Kerinduan akan aksi-aksi sederhana nantinya begitu dinantikan oleh publik Camp Nou.

Kini, tersisa dua pertandingan lagi di mana dua-duanya merupakan pertandingan puncak. Xavi akan menjejakan kaki di final, dan bukan tidak mungkin merengkuh dua piala di dua ajang tersebut. Jika ini terjadi, bukankah itu merupakan suatu kado yang teramat manis diberikan Xavi untuk Barcelona?

Xavi agaknya merepresentasikan kata-kata senior sekaligus gurunya, Johan Cruyff, dengan mencapai level tertinggi dalam sepakbola.

ADIOS CAPITA!

BUENA SUERTE!

Penulis merupakan mahasiswa tinggal di Malang. Aktif di twitter dengan akun @sopibakhri

Sumber gambar: eurosports.com

Komentar