Mengapa Liga Champions Tidak Menggunakan Goal-line Technology?

Berita

by Ammar Mildandaru Pratama

Ammar Mildandaru Pratama

mildandaru@panditfootball.com

Mengapa Liga Champions Tidak Menggunakan Goal-line Technology?

Tendangan keras Robert Lewandowski dari jarak dekat berhasil ditepis tangan kiri Andre Ter Stegen. Namun, bola ternyata masih bergulir pelan. Ter Stegen lantas bangkit dan menjauhkan bola yang berada tepat di sekitar garis gawang.

Kejadian di atas terjadi dini hari tadi pada leg kedua semifinal Liga Champions yang mempertemukan Bayern Munich dengan Barcelona. Pada saat itu sesaat bola terlihat sudah melewati garis, hingga menimbulkan polemik. Namun, pada saat tayangan ulang dengan sudut pandang yang tepat, bola ternyata belum sepenuhnya melewati gawang, syarat utama terjadinya gol.

Pemain Bayern sempat protes dengan berteriak sembari mengangkat tangan menganggap sudah terjadi gol. Bahkan beberapa pemain masih berusaha mendekati wasit usai kejadian tadi, sesuatu yang mungkin tidak akan terjadi jika ada teknologi garis gawang (goal-line tech). Penggunaan teknologi garis gawang hanya mengenal dua keputusan: gol dan tidak gol. Sehingga tak mungkin rasanya pemain memprotes keputusan tersebut; persis seperti Arsenal saat dikalahkan Swansea di Liga Primer Inggris beberapa waktu lalu.

">May 12, 2015

Pertanyannya kemudian, mengapa Liga Champions, kompetisi paling bergengsi di Eropa, belum menerapkan teknologi garis gawang?Jawabannya sederhana yakni biaya yang mahal. Jawaban ini sendiri terlontar langsung dari mulut Presiden UEFA, Michel Platini, pada 2013 lalu. Saat itu muncul desakan mengenai penggunaan teknologi garis gawang di ajang Liga Champions.

Padahal, dengan teknologi kamera dan penyiaran yang semakin canggih, kesalahan sedikit saja akan dapat dengan mudah diketahui oleh penonton di layar kaca. Ini menjadi argumen pembantah bahwa sepakbola harus tetap manusiawi dan lepas dari mesin.

Menurut Platini, biaya besar yang harus dikeluarkan sebaiknya digunakan untuk pengembangan pemain muda. Ia masih cukup puas dengan penggunaan lima wasit di lapangan (dengan tambahan dua asisten wasit gawang). Menurutnya sistem tersebut sudah lebih dari cukup untuk membuat keputusan terkait gol.

Biaya pemasangan teknologi ini memang sangat mahal. Pemasok asal Jerman, GoalControl, memasang harga 420.000 poundsterling atau setara 8,5 miliar rupiah untuk kontrak tiga tahun di tiap stadionnya. Sedangkan paling tidak untuk sebuah kompetisi antar Eropa yang ideal, teknologi tersebut harus dipasang di 280 stadion. Sehingga total biaya yang harus dikeluarkan untuk penggunaan teknologi ini mencapai 118 juta poundsterling untuk kontrak selama tiga tahun.

Padahal, tidak semua kompetisi domestik masing-masing negara Eropa memakai teknologi ini. Sehingga kamera-kamera dan peralatan canggih lainnya tersebut akan lebih banyak tak terpakai. Teknologi ini juga tidak dengan mudah dipindahkan dari satu stadion ke stadion lainnya, karena butuh penyesuaian dan pengaturan yang tidak gampang.


Komentar