Semangat Bushido dalam Pelatihan Sepakbola Jepang

Sains

by Redaksi 47 Pilihan

Redaksi 47

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Semangat Bushido dalam Pelatihan Sepakbola Jepang

Sebagian besar negara yang ada dunia biasanya memiliki satu nilai turun temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Nilai-nilai tersebut melekat di benak sebagian besar masyarakat di negara tersebut untuk kemudian tergambar dalam aktivitas sehari-hari. Secara tidak sadar, sebagian besar aktivitas yang dilakukan masyarakat negara tersebut dipengaruhi nilai-nilai yang telah diturunkan sejak lama tersebut.

Begitu pula dengan Jepang. Salah satu negara maju di Asia ini memiliki akar budaya yang kuat melalui peradaban di masa lalu. Jiwa pekerja keras dan pantang menyerah merupakan satu nilai positif yang dimiliki sebagian besar warga Jepang hasil turunan dari para pendahulu mereka. Satu nilai lain yang dimiliki sebagian besar warga Jepang turun dari tokoh ksatria terkenal dari negara ini, Samurai.

Samurai merupakan satu tokoh ksatria asal Jepang yang identik dengan pedang yang diberi nama katana. Terdapat banyak kisah yang menceritakan tentang kehidupan seorang samurai di Jepang yang beredar di seluruh dunia. Kehidupan yang penuh perjuangan dan tantangan kehidupan memang mampu memberikan nilai inspirasi tersendiri bagi siapapun yang menyaksikannya.

Salah satu nilai yang diturunkan seorang samurai kepada masyarakat Jepang adalah, Bushido. Bushido bisa dipahami sebagai semangat hidup yang ditunjukan seorang samurai dalam melewati tantangan hidup.

Dalam upayanya menjadi prajurit, seorang samurai harus menjalankan semangat hidup bushido. Dalam semangat hidup tersebut mengedepankan kesederhanaan, loyalitas, tangguh, dan berjuang sampai mati. Nilai-nilai ini kemudian diimplementasikan oleh sebagian besar masyarakat Jepang dalam kehidupannya sehari-hari.

Dalam sepakbola, J-League menerapkan semangat bushido saat menetapkan peraturan pertandingan yang tidak memiliki hasil imbang. Pada musim-musim awal berdirinya J-League, setiap pertandingan yang berakhir imbang akan dilanjutkan ke babak golden goal dan adu penalti. Sehingga setiap pertandingan pasti akan menghasilkan tim yang menang dan yang kalah.

Hal ini sesuai dengan semangat seorang samurai yang akan terus bertarung sampai mati. Tidak ada duel antar samurai yang berakhir imbang. Dipastikan salah satunya akan atau harus memenangkan duel tersebut. Karena itulah J-League menerapkan peraturan ini pada masa awal. Meski kini peraturan tersebut sudah dihapuskan dan pertandingan J-League dapat berakhir dengan hasil imbang.

Selain itu, nilai-nilai bushido ini ternyata juga mempengaruhi paedagogi pelatihan olahraga yang dilakukan oleh para pelatih. Tidak terkecuali pelatih sepakbola.

Dalam melatih anak didiknya, banyak pelatih menggunakan nilai-nilai bushido untuk meningkatkan kemampuan anak didiknya. Hal ini pula yang kemudian membuat tim nasional Jepang diberi julukan ‘Samurai Biru’. Harapannya tentu saja pemain-pemain timnas mereka mampu berjuang sampai mati layaknya seorang samurai.

Dr. Aaron Miller, seorang ahli pendidikan dari Universitas Kyoto, menjelaskan, terdapat beberapa nilai yang berbeda antara pelatihan yang menggunakan pendekatan bushido dan pendekatan sains. Pelatihan yang menggunakan pendekatan bushido akan lebih menekankan pada semangat dan daya juang maksimal setiap pemain.

Karena itu seorang pelatih yang menggunakan pendekatan bushido akan terus memaksa anak didiknya untuk mengeluarkan daya juang terbaik. Hal ini berbeda dengan pelatih yang menggunakan pendekatan sains. Pelatih ini akan lebih banyak melakukan perhitungan dan tidak terus-menerus memberikan tekanan pada anak didiknya. Dia akan lebih banyak berdiri disamping anak didiknya untuk menjadi seorang pembimbing.

Hal ini membuat proses pelatihan yang menggunakan pendekatan bushido akan mengingat anak didik untuk taat kepada sang pelatih. Sedangkan pendekatan sains akan membuka kesempatan bagi pemain untuk bisa berdiskusi dan menceritakan apa yang mereka rasakan selama latihan.

Latihan yang menggunakan pendekatan bushido juga akan terlihat lebih berat dibandingkan sains. Pasalnya, pelatih akan terus memaksa pemain untuk berlari sampai ke batas maksimal. Bahkan terkadang pelatih tipe bushido tidak mengizinkan anak didiknya untuk beristirahat atau sekadar untuk minum saat latihan. Hal ini tentu sangat berbeda dengan latihan yang menggunakan pendekatan sains yang juga mementingkan waktu istirahat serta asupan cairan saat latihan.

Meski begitu, tidak bisa dikatakan juga bahwa pendekatan bushido adalah cara yang buruk. Sampai batas tertentu, cara ini memang baik untuk memotivasi seorang pemain. Meski akan timbul resiko juga jika terlalu memaksa pemain melewati batasnya. Pemain akan rentan terkena cedera sampai mengalami stres karena terlalu banyak menerima tekanan.

Karena itulah, Jepang yang juga sudah sadar akan ilmu pengetahuan tidak mengadopsi mentah-mentah ideologi yang diturunkan dari pendahulunya. Namun mereka juga tidak membuang begitu saja. Mereka mengambil sisi positif dari pendekatan tersebut dengan menggabungkan beberapa poin dari perhitungan sains untuk memaksimalkan perkembangan sang atlet.

Tidak hanya semangat bushido, anak-anak Jepang juga memiliki sifat dasar yang takut berbuat salah.

Beberapa bulan lalu saya mendapatkan kesempatan tinggal di salah satu kota di Jepang. Saya pun tidak melewatkan kesempatan tersebut untuk mencoba mengikuti latihan sepakbola di sana. Saya kemudian mendapat kesempatan untuk ikut berlatih bersama klub sepakbola universitas yang saya kunjungi.

53f6a214-465c-4223-857a-75b4d3093d95

Dalam jadwal latihan yang sudah disusun untuk satu bulan ke depan, saya melihat bahwa setiap hari Jumat mereka akan melakukan latihan mental. Sebelum mengikuti latihan di hari jumat ini, saya membayangkan bahwa kami akan berlatih bersama seorang psikolog yang memberikan motivasi untuk meningkatkan mental bermain. Namun ternyata saya berhasil tertipu mentah-mentah.

Latihan yang kami lakukan pada hari jumat tersebut bukanlah latihan dengan seorang psikolog yang memberikan motivasi. Yang dimaksud dengan latihan mental ternyata adalah latihan fisik super berat yang membuat badan saya tidak bisa bergerak setelahnya. Kami berlari, mengangkat beban, melompat, dan melakukan kegiatan yang sangat menguras tenaga dalam 2 jam latihan.

Saya kemudian bertanya mengapa ini disebut latihan mental. Padahal jelas-jelas ini adalah latihan fisik. Salah seorang teman saya kemudian menjawab, �"Ya, ini memang latihan yang menguras tenaga fisik, namun menurut kami yang menentukan kamu bisa atau tidak melalui latihan ini bukanlah kekuatan fisik, melainkan mental. Seberat apapun latihan yang dijalani, kamu akan berhenti ketika pikiran kamu mengatakan kamu sudah kelelahan, selama otak masih mengatakan masih sanggup, kamu akan terus bisa berlari. Karena itulah ini persoalan mental, bukan fisik.�"

Dari jawaban tersebut saya langsung berpikir bagaimana kentalnya jiwa seorang samurai tertanam pada anak-anak Jepang. Semangat bushido yang diturunkan dari nenek moyang mereka memang masih sangat melekat. Meskipun kini sudah mulai digabungkan dengan pendekatan sains, sehingga semakin sempurna.

Komentar