Deretan Kisah Kebencian Fiorentina Terhadap Juventus

Cerita

by Redaksi 41

Redaksi 41

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Deretan Kisah Kebencian Fiorentina Terhadap Juventus

Kalah dari Torino pada laga Derby della Mole tentu menjadi hal yang sedikit menyakitkan bagi kesebelasan Juventus. Pasalnya hal itu terjadi setelah selama 20 tahun terus berkuasa di kota Turin. Catatan kekalahan tersebut pun memberi dampak pada perjalanannya untuk secepat mungkin meraih Scudetto menjadi terhambat.

Dan untuk kali ini bukan tidak mungkin rencana Juventus untuk sesegera mungkin memastikan gelar Scudetto ke-31 kembali terhambat. Raja Serie A ini akan menjamu Fiorentina yang juga dikenal sebagai musuh abadinya di Liga Italia selain Torino. Duel antara La Viola dan I Bianconeri bukan hanya pertandingan biasa bagi publik Firenze. Segudang intrik berdasarkan kisah masa lalu akan menjadikan atmosfer pertemuan kedua kesebelasan ini selalu panas.

Permusuhan mereka sejatinya telah terjadi di tahun 1982, yang ketika itu Juventus mampu merebut gelar Scudetto yang ke-20 pada pekan terakhir Serie A. Dan hal itulah yang akan selalu dikenang dalam pertandingan Juventus dan Fiorentina. Sejarah panjang dari perseteruan dan persaingan sengit yang mereka miliki, selalu menjadi buah bibir tersendiri di tanah Italia.

Kisah tersebut berawal saat Fiorentina melakukan lawatan ke Cagliari, sementara Juventus ke Catanzaro, dan terjadilah peristiwa yang membuat pendukung  La Viola marah hingga hari ini. Siapa yang tak akan marah jika gol yang selalu dinantikan oleh pendukung Fiorentina harus dianulir. Berkat dianulirnya gol tersebut kesempatan Fiorentina untuk mengunci gelar Scudetto pun harus sirna.

Sebab pada pertandingan yang berakhir 0-0 tersebut tidak memberikan mereka jaminan untuk meraih gelar Scudetto ke-3. Hal itu dikarenakan dilain tempat Juventus meraih kemenangan 1-0 melalui gol penalti Liam Brady. Gol tersebut pun menjadi satu-satunya gol yang memastikan Juventus meraih gelar Scudetto ke-20 dan sekaligus menambah jumlah bintang di dada mereka menjadi dua.

Keputusan tersebut akan selalu membekas di hati para pendukung La Viola sampai kapanpun dan akan selalu abadi. Sejak saat itu juga mereka selalu meneriakkan kata-kata "Meglio secondi che ladri," yang jika diartikan "Lebih baik menjadi peringkat kedua dari pada menjadi pencuri."

Final Piala UEFA dan Kepindahan Roberto Baggio

Kebencian Fiorentina kepada Juventus pun masih terus berlanjut. Luka publik Firenze terhadap Juventus memang sangat dalam. Setelah Juventus 'mencuri' Scudetto 1982 dari genggaman Fiorentina, pada musim 1989/90 Bianconeri kembali berulah.

Bersama Carlos Dunga dan Roberto Baggio, Fiorentina melaju ke final Piala UEFA. Dan lawan yang harus mereka hadapi di partai puncak adalah Juventus. Pada pertandingan pertama di Turin, Fiorentina menyerah 1-3. Tapi mereka tetap optimis bisa merebut gelar juara dengan kemenangan di kandang sendiri. Namun nasib kembali tak berpihak kepada Fiorentina. Gara-gara pendukungnya dianggap bikin onar di Turin, FIGC melarang Fiorentina menggelar partai kedua di stadion Artemio Franchi.

Sialnya, 'kota netral' yang terpilih adalah Avellino. Kota kecil ini memang tak punya kesebelasan besar. Tapi pendukung Fiorentina tetap tak senang. Pasalnya, warga Avellino punya tradisi mendukung Juventus. Benar saja, tanpa dukungan publik setempat, Fiorentina dipaksa bermain imbang tanpa gol. Gelar pun melayang (lagi).

Yang lebih menyakitkan, hanya beberapa pekan berselang kekalahan tersebut, Juventus menikam La Viola dengan membawa Baggio ke kota Turin seharga 8 juta poundsterling dan saat itu menjadikan rekor pemain termahal yang dimiliki Fiorentina. Kabarnya, Baggio saat itu mengaku tak berniat meninggalkan Firenze dengan mengatakan; “Saya dipaksa menerima transfer ini.”

Akibat pernyataan Baggio tersebut, seisi kota Firenze pun meradang. Pendukung yang marah bahkan melampiaskannya lewat aksi-aksi kekerasan di jalanan kota. Bendera-bendera Juventus dibakar dan sekitar 50 orang terluka. Juventus dituduh tak cuma mencuri scudetto dan Piala UEFA, tapi juga mencuri bintang kesayangan mereka, Roberto Baggio.

baca juga tentang kisah Roberto Baggio yang hijrah ke agama buddha

Indikasi ketidaksenangan Baggio pun terlihat di awal musim bersama Juventus dan ketika pertama kalinya ia kembali ke Firenze dengan seragam Juventus. Pada pertandingan pertamanya melawan Fiorentina, Baggio menolak menjadi eksekutor penalti. De Agostini yang kemudian menjadi eksekutor pun akhirnya gagal mengeksekusi dengan baik. Akibat menolak mengeksekusi penalti, Baggio ditarik keluar. Seusai pertandingan Baggio tertangkap basah mencium syal Fiorentina yang dilempar salah satu suporter. "Jauh di dalam hati, saya akan selalu ungu," ujar Baggio.
Roberto_Baggio_raccoglie_la_sciarpa_viola_-_Fiorentina_1-0_Juventus_1990-1991
Roberto Baggio Membawa Syal Fiorentina Saat Berseragam Juventus (La Gazzetta dello Sport)

Polemik Transfer yang Sulit Diterima Publik Firenze

Baggio bukanlah menjadi satu-satunya polemik transfer yang membuat pendukung Fiorentina meradang. Setelah itu ada Giovanni Trapattoni yang kembali menjadi polemik di kubu pendukung Fiorentina.

Kepindahan Trapattoni ke Fiorentina mendapat kecaman di kota Firenze. Mereka semua menganggap Trapattoni ikut terlibat sebagai pelaku pencuri Scudetto Fiorentina pada 1982. Sebab saat itu Trapattoni menjabat sebagai pelatih Juventus. Namun Trapattoni menegaskan dirinya sudah terbebas dari pengaruh Juventus dan akan membaktikan diri kepada Fiorentina.

"Saya kira keterlibatan saya dengan Juventus tidak akan mempengaruhi ikatan saya dengan Fiorentina. Selain melatih Juventus saya juga pernah menangani Inter Milan, Cagliari dan Bayern Munich. Setelah melatih tiga klub itu saya merasa telah 'bersih lingkungan' (bersih dari pengaruh Juventus),” ujar Trapattoni seperti dilansir dari laman La Gazzetta.

Ia juga mengungkapkan jika menantunya tinggal di Firenze dan pendukung berat Fiorentina. Jadi seharusnya ia sudah ada darah Fiorentina di keluarganya. Selain pernyataan tersebut, Trapattoni juga menyimpan dendam terhadap Juventus. Ia beranggapan jika Juventus tidak menghargainya yang telah memberi kejayaan untuk mereka.

Selain Giovanni Trapattoni, eks Juventus yang menyeberang ke Firenze adalah Moreno Torricelli dan Angelo Di Livio. Kedua pemain ini tak bisa seenaknya menginjakan kaki mereka di rumput suci stadion Artemio Franchi sebelum mengucap sumpah di depan tifosi.

Torricelli tiba di Firenze pada musim 1998/1999 setelah enam musim membela Juventus. Selama membela Bianconeri, ia dijuluki 'Monster' lantaran kepiawaianya menjegal para penyerang lawan. Saking dicintai Juventini, ia pun berikrar untuk menjadi Juventini sejati.

Tapi apa yang terjadi?  Ia kaget benar ketika namanya masuk dalam daftar pemain yang akan dijual. Marcello Lippi, yang juga menjadi faktor terdepaknya Trapattoni dari kursi pelatih, menganggap Toricelli sudah tak diperlukan lagi. Beruntung La Viola yang ketika itu telah diasuh Trapattoni mau meminangnya.

Meski di awal musim kedatangannya pendukung Fiorentina sempat mempertanyakan keseriusan Torricelli, namun ia berhasil mengambil hati para pendukung setelah bersumpah untuk membaktikan seluruh sisa kariernya kepada Fiorentina.

"Saya ingin mengakhiri karier sepakbola di Firenze," ungkap Torricelli seperti dilansir La Gazzetta dello Sport pada Desember 1999.

Sama seperti Torricelli, Di Livio pun harus bersumpah di depan pendukung Fiorentina akibat penampilan buruk di tiga bulan pertamanya di Fiorentina. Parahnya, ia bahkan dianggap mata-mata Juventus.

“Semua orang tahu bahwa ada semacam permusuhan antara pendukung Fiorentina dengan pendukung Juventus, jadi ketika saya tiba di Firenze, cukup banyak tifosi Fiorentina yang merasa tidak suka, tetapi setelah tiga bulan berlalu, sepertinya saya berhasil memperoleh kepercayaan mereka seperti yang diperoleh Trapattoni dan Torricelli,” beber  Di Livio.

“Saat ini Juventus adalah musuh nomor satu saya, mereka membuang saya, mencapakkan saya, padahal saya memiliki perjanjian dengan klub itu untuk memperpanjang kontrak, tetapi mereka mengusir saya,” tambah Di Livio saat itu.

Dan Di Livio pun membuktikannya kepada publik Firenze, ia bukan cuma bermain total tapi tetap bertahan di Firenze kendati kesebelasan terdegradasi ke Serie C2 pada musim 2002/2003 setelah dinyatakan bangkrut.

Berbatov Menjadi Penyulut Dendam Fiorentina Terhadap Juventus

Pemberitaan di Italia kala itu menyebutkan bahwa Fiorentina menyisipkan klausul anti-Juventus ke dalam kontrak Stevan Jovetic. Tujuan dari klausul tersebut tentu saja untuk mencegah Jovetic pindah ke Juventus ketika masih berseragam Fiorentina. Hal tersebut dilakukan oleh pihak Fiorentina setelah di akhir bursa transfer La Viola gagal mendapatkan Dimitar Berbatov. Fiorentina menuduh Juventus menggagalkan usaha mereka dalam mendapatkan Berbatov.

Tuduhan Fiorentina disampaikan secara terbuka. Mereka menyebut Juventus bertindak tidak profesional dengan menyela perundingan yang sudah terjadi dan hampir final. Namun Juventus membela diri dengan menyatakan bahwa mereka mendekati Berbatov setelah perundingan dengan Fiorentina berakhir.

Mengenai Jovetic sendiri, Juventus sudah pernah membuat tawaran kepada La Viola musim panas 2012/2013. Juventus menawarkan mahar sebesar 25 juta euro, namun Fiorentina menolaknya. Menurut Corriere dello Sport, Fiorentina telah memastikan bahwa Jovetic tak akan pernah bermain di Juventus. Dengan klausul tersebut, Juventus tak akan bisa membeli Jovetic meski telah memenuhi klausul buy-out senilai 40 juta euro.

Baca juga: Tragedi Heysel di Mata Suporter Fiorentina

***

Pada pertandingan Serie A pekan ke-33 musim ini, Fiorentina akan bertandang ke markas Juventus. Tentu saja laga tersebut bukan sekedar ajang balas dendam bagi Fiorentina. Tapi pertandingan tersebut sekaligus akan menjadi ajang penundaan pesta Juventus untuk merebut Scudetto ke-31 jika Fiorentina berhasil menekuk Juventus di Turin.

Jika Fiorentina gagal membawa tiga poin dari Juventus Arena, buka tidak mungkin kubu La Viola harus menahan kesal dengan menyaksikan pesta perayaan Scudetto Juventus yang ke-31, andai dilain tempat Lazio gagal menumbangkan Parma yang sedang meraih tren positif. Kemenangan bagi Fiorentina setidaknya membuat mereka bisa tak melihat apa yang tak ingin mereka lihat: Juventus berpesta.

Komentar