Membuat Stein Abadi dan Herrera Lebih Muda Enam Tahun

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Membuat Stein Abadi dan Herrera Lebih Muda Enam Tahun

“Apa jadinya sepakbola tanpaku?” tanya Helenio Herrera. Walaupun terdengar berlebihan, Herrera berhak mengklaim dirinya memiliki pengaruh besar dalam perkembangan sepakbola. Berkat semua kerja keras yang ia lakukan, Herrera berhak menempati tempat istimewa.

Sejak kecil, Herrera sudah memegang teguh arti penting kerja keras. Sedini mungkin, ayahnya melatih Herrera untuk menjadi seorang tukang kayu. Namun Herrera merasa dunianya bukan di sana. Ia suka sepakbola. Walaupun tidak memiliki bakat istimewa, Herrera tak pernah menyerah. Kerja kerasnya membuat Herrera diajak bergabung dengan kesebelasan muda Raja Casablanca, salah satu kesebelasan paling terkenal asal Maroko. “Tidak ada sihir dalam sepakbola, hanya hasrat dan semangat juang,” pernah suatu ketika Herrera berujar.

Dari Raja Casablanca, Herrera pindah ke Perancis dan memulai petualangannya di sana. Bermain untuk delapan kesebelasan berbeda setelah Raja Casablanca, Herrera hanya satu kali menjadi juara. Ia bahkan terpaksa pensiun sebagai pemain karena cedera. Setelah karirnya sebagai pemain profesional berakhir, Herrera bekerja di dunia kepelatihan.

Walau menjalani profesi yang berbeda, Herrera tetap mengedepankan kerja keras. Alfonso Aparicio, eks pemain Atlético Madrid, sampai menyebut Herrera monster karenanya. Namun itu bukan sepenuhnya hal buruk.

“Ia adalah seorang monster. Ia biasa membuat kami berlatih sangat keras hingga tiga jam setiap hari,” Aparicio mengisahkan. “Namun karena semua latihan ituvpula kami dapat menghancurkan siapapun di hari Minggu.” Bersama Atlético, Herrera meraih tiga piala pertamanya sebagai pelatih; trofi La Liga tahun 1950 dan 1951 serta Copa Eva Duarte di antara keduanya.

Selain memiliki sifat pekerja keras, Herrera juga cerdas. Kecerdasan itulah yang membuat Herrera mampu mencatatkan namanya dalam buku sejarah sepakbola dunia dan, tentunya, membuat dirinya sendiri enam tahun lebih muda.

“Formasi 4-2-4 seperti semua formasi, adalah sebuah kebodohan jika diterapkan terlau ketat,” ujar Herrera. “Mengapa orang-orang bersikeras untuk memaksakan sistem dalam sepakbola? Pelatih seharusnya merancang gaya bermain berdasarkan karakteristik pemain-pemain yang ia miliki.” Dari sini, lahirlah Catenaccio dari kecerdasan Herrera mengadopsi Verrou dan memaksimalkan pemain-pemain yang ia miliki.

Pada dasarnya, Herrera meraih semua kesuksesannya sebagai pelatih karena ia memang cerdas dalam segala hal. “Helenio [Herrera] memang seperti itu: jenius dalam segala aspek kehidupan,” ujar Fiora Gandolfi, istri sekaligus penulis biografi Herrera.

Melihat angka nol di tahun lahirnya, Herrera memutuskan untuk memberi “ekor kuda” di semua surat resmi yang memiliki keterangan tentang tahun lahirnya sehingga jadilah dirinya, menurut surat-surat resmi, lahir pada 1916, bukan 1910.

Kerja keras dan kecerdasan yang ia miliki membuat Herrera memiliki rasa percaya diri. Semasa di Inter, ia pernah menghukum seorang pemain hanya karena berkata “kami akan bermain di Roma”, bukan “kami akan menang di Roma.”

Berbeda cerita ketika saat ia melatih Sevilla. Herrera pernah meraih kemenangan dari kondisi tertinggal dengan sepuluh orang pemain. Tertinggal satu gol, Herrera menghampiri kapten tim dan berkata, “dalam sepakbola, kesebelasan bermain lebih baik dengan sepuluh orang ketimbang sebelas. Jadi hari ini kita akan menang.”

Namun bentuk kepercayaan diri Herrera yang paling tinggi, barangkali, adalah ini: “banyak orang berpikir saya kuat dalam segala hal karena mereka tahu saya mengetahui segala hal. Namun itu tidak benar; saya hanya tidak pernah gagal, dan saya bangga akan itu.”

Tentu saja itu tidak benar. Bersama Roma, Herrera tidak meraih apa-apa. Namun ketika Herrera melakukan kesalahan dan menemui kegagalan, ia membuat seseorang menjadi abadi.

“John, kini kau abadi!” ujar Bill Shankly pada John Stein setelah Celtic mengalahkan Inter Milan di final European Cup 1966/67. Sebagai catatan, Stein pernah secara khusus terbang ke Milan untuk berguru kepada Herrera.

Komentar