Sepakbola untuk Membentuk Karakter Diri

Sains

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sepakbola untuk Membentuk Karakter Diri

Di sepakbola, kita mengenal sejumlah karakter yang benar-benar berbeda. Misalnya, Ricardo Kaka dengan tipe yang tenang dan setia, Roy Keane yang terkadang sulit menyembunyikan amarahnya, hingga Zlatan Ibrahimovic yang narsis juga humoris.

Dari sepakbola, kita juga tahu mana yang setia, mana yang gemar gonta-ganti pasangan. Hal ini memberi pemahaman di alam bawah sadar bahwa seorang pemain lekat dengan karakter yang ia bangun sendiri. Benarkah demikian?

Michael Austin, Profesor Filsafat dari Universitas Eastern Kentucky berharap bahwa keterlibatan anak-anak di sepakbola dan olahraga lain, dapat membantu membangun karekter mereka dalam cara yang positif. Ini ditunjukkan dalam bentuk bekerjasama dengan orang lain, bekerjasa untuk tujuan yang sama, merespons kekalahan dan kemenangan dengan tepat, dan tumbuh dalam kebajikan seperti keberanian, kerendahan hati, kesabaran, dan ketekunan.

Namun, sepakbola juga terkadang menghadirkan jalan lain yang dipandang negatif. Saat ini, sering terdengar bintang yang terlibat dalam obat-obatan terlarang, penyerangan seksual, menggunakan doping, hingga perangai buruk kepada pelatih dan orang tua.

“Partisipasi di olahraga bisa membangun karakter. Namun, itu tidak begitu saja terjadi. Kita harus meniatkannya. Orang tua dan pelatih perlu mendemonstrasikan lewat perkataan dan perilaku dari nilai-nilai olahraga yang diterjemahkan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari, termasuk menghargai satu sama lain, keadilan, rendah hati dalam kemenangan,” tulis Austin dalam kolomnya di Psychology Today.

Olahraga memang membangun karakter meskipun potensinya bisa dicapai lebih atau kurang. Apakah kita akan mencapai potensi tersebut, atau malah tidak mencapainya sama sekali, pada akhirnya adalah terserah kita.

Karakter dan Moral


Roy Keane masih sulit menahan amarahnya. (Sumber: mirror.co.uk)

Michael menyebut bahwa sebagai orang tua, penting untuk mengembangkan anak-anak mereka untuk memiliki karakter yang baik ketimbang karakter yang kuat. Seseorang dengan karakter yang baik akan memiliki kebajikan yang penting sebagai pengambil keputusan dalam setiap masalah yang ia hadapi. Kebajikan bukan hanya tentang perilaku, tapi juga soal intelektual dan emosional.

Anak-anak belajar bagaimana caranya bermain sepakbola dengan cara  meniru dari mereka yang hebat di sepakbola. Apa yang dilakukan para pesepakbola turut ditiru oleh anak-anak. Ini yang membuat sejumlah pemain Arsenal yang kedapatan merokok mendapatkan sanksi dari manajemen.

“Anak-anak perlu didorong untuk berkomitmen terhadap olahraga sebagai praktik moral, yang berarti bahwa mereka akan bermain seperti seharusnya dimainkan, bukan dengan cara-cara yang tidak bermoral,” tulis Austin.

Beruntung publikasi terhadap pesepakbola top masa kini kian mudah dicari. Di luar berita-berita tentang glamornya Cristiano Ronaldo, tapi sang pemain juga turut membantu dan ikut serta dalam kegiatan amal. Hal-hal seperti ini yang memberikan wawasan baru terhadap anak-anak, bagaimana mereka berperilaku seharusnya.

Di sepakbola, kebajikan seperti menjadi barang mewah, meski masih sering juga ditemui. Misalnya, saat ada pemain Chelsea yang terluka, tapi bola dipegang oleh pemain Arsenal. Pemain Arsenal lalu membuang bola untuk memberi kesempatan tim medis masuk lapangan. Setelah pemain ditangani, bola yang mestinya milik Chelsea, diberikan kepada Arsenal sebagai rasa menghormati.

“Ini hanyalah salah satu contoh bagaimana keadilan tertanam jauh sebagai nilai dalam olahraga, meskipun tidak semua pemain menampilkannya,” tulis Austin.

Olahraga adalah sesuatu yang harus membuat mereka merasa senang, kompetitif, dan sebuah tempat di mana karakter yang kuat dan baik bisa dibentuk, diperlihatkan, dan diperkuat.

Komentar