Memahami Keindahan Sepakbola di Kampus Terbaik di Dunia

Berita

by Redaksi 47

Redaksi 47

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Memahami Keindahan Sepakbola di Kampus Terbaik di Dunia

Siapa yang tidak tahu Harvard University? Meskipun bagi sebagian besar orang, menuntut ilmu di Universitas yang sudah berdiri sejak tahun 1963 tersebut mungkin hanyalah sebuah impian. Ya, hanya orang-orang dengan otak super cemerlanglah yang mampu menjadi mahasiswa di salah satu universitas terbaik di dunia ini.

Membayangkan bisa menjadi bagian untuk belajar di sini, mungkin anda akan langsung membayangkan materi-materi rumit yang sangat memusingkan. Namun bagaimana jika anda disodorkan satu mata kuliah yang diberi nama sebagai berikut ini: “The Global Game: Soccer, Politics, and Popular Culture.”

Ada yang tertarik untuk masuk ke kelas ini?

Mata kuliah ini dibuka oleh dua pengajar dari Harvard, Francesco Ersparmer dan Mariano Siskind, yang memang keduanya adalah penggila sepakbola. Francesco Ersparmer adalah seorang profesor dalam bidang Romance Language and literature sedangkan Mariano Siskind adalah seorang Associate Professor dalam bidang Humanities and a scholar of 19th- and 20th-century Latin American literature. Keduanya bertemu dalam permainan sepakbola yang dilakukan setiap minggunya hingga akhirnya mereka berdua memutuskan untuk membuka kelas ini.

Apa sebenarnya yang dipelajari dalam kelas ini?

Menjawab pertanyaan ini, Siskind menjawab, “Intinya kami menggunakan sepakbola sebagai jalan masuk ke berbagai disiplin ilmu. Mengapa sepakbola dikatakan sebagai permainan terindah? Ini akan menjadi pertanyaan mendasar yang membuat mahasiswa berfikir melalaui filosofi ini.”

Pada pertemuan pertama, kelas langsung dibuka oleh video yang menunjukan rekaman Zinedine Zidane melakukan gerakan yang mengelabui pemain lawan dengan gerakan berputar. “Idenya adalah untuk menunjukan bahwa Zidane melakukan sebuah trik yang sebenarnya tidak harus dia lakukan,” kata Ersparmer. “Namun dia melakukannya bukan untuk pamer, dia hanya ingin mencoba sesuatu dalam permainan.”

Dan video ini pun ditutup dengan kata-kata dari seorang filsuf Jerman, Immanuel Kant, “Everyone has his own taste.”

“Seni adalah tempat di mana kamu mencoba hal yang baru. Melakukan eksperimen adalah inti dari estetika dan sastra. Sebagaimana seorang seniman terkemuka, pemain sepakbola yang hebat akan menembus batas yang dimilikinya,” tambah Ersparmer ketika menjelaskan maksud video pembuka tersebut.

Diskusi dalam kelas ini kemudian berkembang ke berbagai kasus yang ada di dunia sepakbola. Dari mulai pengaruh perbedaan budaya bagi sepakbola, hingga menyangkut persaingan yang terjadi pada dua pemain terbaik dunia saat ini, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.

Kelas ini juga sempat mendatangkan tamu spesial. Dia adalah salah satu pemain bintang asal Amerika Serikat, Landon Donovan. Donovan kemudian menceritakan soal perbedaan budaya di berbagai negara, serta mengapa sepakbola sulit masuk ke dalam masyarakat Amerika Serikat.

Namun ada satu hal yang menarik dalam sesi tamu spesial ini. Secara tidak terduga, Donovan mendapatkan satu pertanyaan yang cukup mengena, dan mungkin ini menjadi pertanyaan banyak orang juga. Pertanyaan itu kurang lebih seperti ini, “Apa rasanya harus tersingkir dari tim nasional di saat akhir menuju Piala Dunia 2014?”

Donovan kemudian menjawab dengan jawaban yang membuatnya mendapat tepuk tangan meriah dari seisi kelas. “Itu adalah pertama kalinya aku tidak masuk ke dalam tim, aku tidak dipilih ketika itu. Namun dengan itu aku akhirnya mengerti bagaimana rasanya orang-orang yang tidak mendapatkan apa yang dia mau. Dan pelajaran ini jauh lebih berharga ketimbang kekecewaanku gagal masuk ke dalam tim nasional.”

Seperti yang dikatakan Siskind sebelumnya, bahwa kelas ini memiliki tujuan untuk mengajak mahasiswa berfikir terbuka, dengan menggunakan sepakbola sebagai jalan masuk. Pengalaman yang diceritakan Donovan tentu bisa menjadi salah satu contoh bagaimana sepakbola bisa membuka pikiran seseorang.

Dan inilah yang diharapkan Ersparmer didapat oleh para mahasiswa setelah selesai mengikuti kelasnya. “Ketika mereka menjadi seorang pemimpin atau seseorang yang berpengaruh, kebanyakan dari mereka mungkin hanya akan melakukan tindakan yang mengulang orang-orang sebelumnya ketimbang berinovasi dan membawa perubahan. Di sini adalah tempat di mana mereka berani melampaui diri sendiri, dan mengambil risiko lebih dengan landasan intelektualitas,” jelas Ersparmer.

Dan untuk mencapai tujuan tersebut, Ersparmer menggunakan sepakbola sebagai objek bahasannya.

Salah satu peserta kelas ini, James Clarke, mengatakan, “Ketika aku mengetahui kedua profesor ini memiliki ide untuk menggabungkan bisnis dengan sepakbola, itu membuatku tersenyum. Ini benar-benar mata kuliah yang sangat menarik.”

Kelas yang pertama kali dibuka pada 2012 ini akhirnya mendapat minat banyak orang. Siskind dan Ersparmer pun harus dibuat sibuk mengurus administrasi ruangan, karena secara tidak terduga kelas ini diminati oleh lebih dari 100 mahasiswa. Mereka harus mencari ruang yang lebih besar karena sebelumnya kelas ini hanya berkapasitas 50 mahasiswa.

Anda tertarik untuk mengikuti kelas ini? Silahkan mulai mencari tahu kapan pendaftaran Harvard University dibuka.

Sumber: news.harvard.edu

Sumber gambar: theguardian.com

Komentar