Mengenal Kerasnya Dunia Tambang dari Jerzy Dudek & Franklin Lobos

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Mengenal Kerasnya Dunia Tambang dari Jerzy Dudek & Franklin Lobos

Di era 1980an, Chile pernah memiliki seorang eksekutor bola mati handal bernama Franklin Lobos. Kemampuan Lobos mengeksekusi tendangan bebas jarak jauh dengan memanfaatkan tendangan keras membuatnya menyandang julukan el Mortero Magico, Si Meriam Ajaib.

Di masa jayanya Lobos bermain untuk Cobresal, sebuah kesebelasan yang memiliki kedekatan dengan kaum penambang. Nama Cobresal sendiri berasal dari kata cobre (tembaga) dan sal (garam), barang tambang yang dihasilkan dari tambang-tambang di kota El Salvador, tempat asal Cobresal. Kedekatan Cobresal dengan tambang juga terlihat dari logo kesebelasan; helm tambang berwarna kuning di atas bola sepak.

Relasi antara sepakbola dengan dunia pertambangan sebenarnya bukan cerita baru. Anda bisa menyimak cerita-cerita yang menautkan antara sepakbola dan dunia tambang dalam banyak artikel-artikel yang sudah kami tuliskan. Bahkan salah satu derby paling keras dalam sepakbola, yaitu Derby Lembah Ruhr antara Dortmund dan Schalke, juga punya latar belakang sejarah yang terkait dengan dunia pertambangan.

Tapi kali ini kami akan khusus bercerita tentang beberapa nama yang memang punya kaitan intim dengan dunia tambang, salah satunya adalah kesebelasan Cobresal tadi, dengan Lobos menjadi salah satu pemainnya.

Lobos sendiri, karena latar belakangnya sebagai bocah yang tumbuh di tengah keluarga penambang, tahu benar bahwa ia bermain sepakbola mewakili para penambang. Namun semua itu tidak membuat Lobos mengerti dunia tambang. Setelah pensiun sebagai pemain sepakbola, barulah ia menyadarinya.

Franklin-Lobos-006

Lobos menjalani kehidupan sebagai sopir taksi setelah tak lagi aktif bermain. Demi mencari tambahan penghasilan, Lobos yang sudah berkepala lima memilih bekerja sebagai penambang di tambang tembaga dan emas San José.

Pada suatu hari di tahun pertamanya sebagai penambang, Lobos terjebak di dalam tambang ketika terjadi kebakaran. Ia tidak bisa keluar tambang karena api menghadang satu-satunya jalan keluar. Alhasil, Lobos terjebak di dalam tambang seharian; menghirup asap dari kebakaran. “Kini aku tahu pengorbanan para penambang untuk mendapatkan uang demi menyaksikan Cobresal bertanding,” ujarnya setelah berhasil keluar.

Pada 2005, petaka kembali menimpa. Lobos adalah salah satu di antara 33 penambang yang terjebak di kedalaman 700 meter saat tambang runtuh dan jalan keluar tertutup reruntuhan. Lobos dan semua penambang berhasil diselamatkan, namun itu tak mengubah fakta bahwa dunia tambang adalah dunia yang berbahaya.

Drama tertawannya 33 penambang di dalam perut bumi, dengan Lobos sebagai salah satunya, menjadi bahan pembicaraan dunia. Hari demi hari perkembangan upaya penyelamatannya diliput oleh media. Ketika semuanya bisa diselamatkan, dunia seperti menghela nafas lega. Sebuah bencana kemanusiaan, rasa-rasanya, telah berhasil dienyahkan.

Menjelang Piala Dunia 2014, 33 penambang itu bersatu memberikan semangat pada timnas Chile yang juga berlaga di Brazil.  Pasalnya, Chile bergabung dengan grup yang sulit, yaitu bergabung dengan Belanda, Spanyol dan Australia. Mereka menyampaikan pesan bahwa tidak ada yang mustahil di dunia ini, selama bersatu dan bersemangat, seperti ketika mereka bertahan hidup di kedalaman 700 meter di bawah permukaan tanah.

Selain Lobos, sangat banyak pemain sepakbola yang mengerti bahaya bekerja di tambang. Namun dapat dipastikan bahwa sebanyak apapun jumlah mereka, tidak ada Jerzy Dudek – pahlawan kemenangan Liverpool di final Champions League 2005 – di antaranya. Ia sangat paham mengenai dunia tambang dan bahaya yang mengiringinya.

“Ketika aku masih kanak-kanak, orang-orang yang bekerja di tambang batu bara di kotaku mengorganisir sebuah perjalanan bagi para istri penambang agar mereka tahu seperti apa rasanya berada 400 meter di dalam tanah,” Dudek berkisah kepada FourFourTwo pada 2009.

“Aku masih mengingatnya dengan sangat jelas. Aku berusia 10 tahun dan kakakku Dariusz 12 tahun. Ayahku bekerja sebagai penambang dan ibuku masuk ke dalam tambang hari itu. Ketika ia kembali ke permukaan, ia menciumi ayahku. Ia memanggil kami sembari menangis dan berkata: ‘Jerzy, Dariusz, berjanjilah padaku kalian tidak akan pernah masuk ke dalam tambang, berjanjilah padaku kalian tak akan pernah menjadi penambang batu bara.’”

Baca juga tulisan kami mengenai hubungan sepakbola dengan para penambang dan kelas buruh:

Partai Buruh sebagai Jembatan di Tengah Perseteruan Liverpool vs Manchester

Alex Ferguson – Manajer Terakhir dari Kelas Buruh

Kisah Lima Buruh yang Membidani Lahirnya Corinthians


Dudek sendiri tidak langsung berjanji kepada ibunya hari itu, karena ia tidak tahu dunia lain selain tambang. Knurów, kota tempat tinggalnya, adalah kota tambang. Ayahnya penambang, begitu pula dengan kakeknya. Dudek hanya tahu dunia tambang dan sejak berusia 17 tahun mulai berlatih menjadi penambang.

Sepakbola menyelamatkannya. Dua pekan sebelum masa pelatihannya berakhir, presiden Concordia Knurów (saat itu berlaga di divisi ketiga Liga Polandia) datang merekrut Dudek. Sebagai gantinya, sang presiden memberi dua orang penambang kepada pengelola tambang tempat Dudek menjalani pelatihan. Selebihnya adalah sejarah yang kita ketahui bersama.

Walaupun sukses sebagai pemain sepakbola, Dudek tidak melupakan latar belakangnya. Saat Concordia Knurów merayakan ulang tahun ke-80 pada 2003, Dudek mengajak beberapa rekannya di Liverpool dan tim nasional Polandia – termasuk di antaranya Milan Baroš dan Vladimír Šmicer – masuk ke dalam tambang.

Reaksi para pemain yang dibawa oleh Dudek sama: mereka tidak ingin lagi masuk ke dalam tambang yang gelap, sempit, dan membuat mereka secara mental menderita kelelahan.

Komentar