Dasar Pemain Bola, Hobi Betul Merubungi Wasit!

Cerita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Dasar Pemain Bola, Hobi Betul Merubungi Wasit!

Kendati lolos ke babak perempatfinal Liga Champions, Paris Saint Germain masih merasa kesal. Pasalnya, pemain penting mereka, siapa lagi kalau bukan Zlatan Ibrahimovic (memangnya ada yang lebih penting selain Ibra?), dikartumerah wasit karena dianggap menekel keras Oscar.

Yang bikin mereka lebih kesal ialah kelakuan pemain-pemain Chelsea yang merubungi wasit Bjorn Kuipers. Hampir semua pemain Chelsea, kecuali kiper dan Oscar sendiri, merubung Kuipers, mendesak dan (ya apalagi kalau bukan) meminta kartu merah untuk Ibra.

Jamie Carragher menyerang perilaku pemain Chelsea sebagai hal yang tidak pantas. Tapi, harus diakui, kelakuan pemain Chelsea dini hari tadi itu makin lama makin menjadi hal lumrah di lapangan sepakbola. Amat biasa kita menyaksikan pemain-pemain merubungi wasit dan mencoba mempengaruhi keputusan wasit.

Ini bukan monopoli kelakuan pemain Chelsea. Pemain-pemain Barcelona pernah beberapa kali mendapatkan kritik dan cemooh karena hal serupa. Juga kesebelasan-kesebelasan lain.

Ada cerita menarik yang perlu dikemukakan di sini terkait isu ini. Begini ceritanya:

Nigel Owens tampak kesal dengan ulah para pemain yang tak bisa diatur. Wasit asal Mynyddcerrig, Inggris, tersebut memperingatkan pemain Treviso, Tobias Bates, untuk tidak terus menerus memprotes keputusannya. “This is not soccer,” tegas Owens.

Barangkali Anda baru mendengar nama Nigel Owens, Tobias Bates, dan Treviso. Wajar, karena mereka semua berkecimpung dalam rugby, bukan sepakbola.

Kala itu, Owens tengah memimpin pertandingan antara Munster menghadapi Treviso. Saat terjadi perebutan bola, Owens pun membunyikan peluit dan menghentikan pertandingan. Ia lalu memberi hukuman bagi Treviso. Tak terima, Bates lalu memprotes keputusan Owen, lewat gestur mengangkat tangan.

Sebagai pengadil, Owen lalu memanggil Bates dan kapten tim. Ia berusaha menyadarkan mereka untuk menghormati wasit.

“Aturannya sudah jelas,” kata Owen, “Aku pikir kita belum pernah bertemu, tapi aku adalah wasit di atas lapangan ini, bukan kamu.”

“Lakukan tugasmu, dan aku melakukan tugasku. Kalau aku mendengar kamu berteriak atau apapun itu lagi, aku akan menghukummu. This is not soccer,” ucap Owen dengan balasan “Thank you, ref” dari kapten tim.

Kalimat "this is not soccer" yang diucapkan Owen menegaskan sekali lagi kritik banyak orang, terutama dari kalangan pelaku dan pecinta olahraga tim non-sepakbola, yang sering mengkritik kelakuan jelek para pemain yang kerap berlebih-lebihan: berlebihan-lebihan saat ditekel dan melahirkan diving, juga berlebih-lebihan dalam memprotes wasit.

Dasar pemain sepakbola! Begitu kira-kira.



Meniru Etika Pemain Rugby

Jika dibandingkan dengan rugby, sepakbola layak dikritik. Para pria bertubuh besar tapi mudah terjatuh, hingga tidak pantasnya perlakuan mereka terhadap wasit. Di rugby, wasit amatlah dihargai. Para pemain memiliki etika untuk tidak melawan hingga menyentuh wasit.

Saat wasit meniup peluit, permainan harus berhenti, meskipun tengah dalam perebutan bola yang sengit. Ini penting bagi pemain karena menumbuhkan rasa percaya terhadap wasit, berarti meningkatkan rasa aman pada diri mereka sendiri.

Baca juga:

Jadi Wasit itu Sulit! Cobalah Permainan Ini

[Infografis] Agar Wasit Siap Tempur

Wasit Memihak Tuan Rumah


Rugby adalah olahraga yang keras. Benturan fisik pastilah terjadi. Andai pemain tak menghormati wasit, barangkali sudah sering terjadi perkelahian tiap pertandingan rugby. Anehnya hal tersebut tidak selalu terjadi.

Jangankan mendorong wasit, menyumpah saja bisa jadi masalah. Ini yang terjadi pada Dylan Hartley. Awalnya, Hartley yang menjabat sebagai kapten sudah diperingatkan oleh wasit Wayne Barnes.

“Ini bukan cara berperilaku seorang kapten,” kata Barnes yang langsung dibantah oleh Hartley. “Please, listen to me, please, just listen to me,” tutur Barnes menenangkan.

Saat pertandingan dilanjutkan, ada insiden di mana Barnes tidak meniup peluit terakhir, karena pemain yang tidak mematuhi perintahnya. Tiba-tiba saja Hartley mengucap kata-kata kasar, “You, f***** cheat,” katanya dengan wajah yang mengarah pada Barnes.



Wasit Bukan Profesi Layak di Sepakbola?

Wasit Inggris, Graham Poll, menulis para pemain Chelsea memalukan karena mengerubungi wasit Bjorn Kuipers. Ia memberikan garis tebal bahwa hanya kapten yang boleh bicara dengan wasit.

“Itu bukan hanya memalukan, tapi juga sebagai tanda bagaimana jalannya pertandingan modern,” tulis Poll di Daily Mail. Poll menyatakan tekanan yang diberikan para pemain Chelsea bisa saja menjadi bagian dari pengambilan keputusan saat wasit asal Belanda tersebut memberi kartu merah untuk Zlatan Ibrahimovic.

Di Premier League, wasit tidak ditempatkan sebagai entitas yang layak. Baca juga: Beban Berat sang Pengadil

Apakah berperilaku curang seperti pura-pura terjatuh (diving) atau beradu argumen hingga menyudutkan wasit adalah bagian dari etika di sepakbola?

Yang diperlukan sebenarnya bukan mendorong wasit untuk bersikap tegas dan keras, tapi memaksa para pemain untuk lebih menghormati wasit.

Semestinya para pemain mengerti mengapa di Inggris rugby termasuk dalam olahraga masyarakat kelas atas bersama kriket. Rugby dianggap sebagai permainan gentleman karena meskipun memunculkan sikap buas yang ada dalam diri pria, tapi mereka masih mampu menahannya dengan alasan sportivitas.

Melihat ada wasit dikerubungi pemain, pantas saja kalau penggemar rugby langsung berceloteh, “that is soccer!”

 Sumber gambar: dailymail.co.uk

Komentar