Membandingkan Cara Barcelona dan Persib Menangani Cedera Hamstring

PanditSharing

by Redaksi 37

Redaksi 37

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Membandingkan Cara Barcelona dan Persib Menangani Cedera Hamstring

Oleh Sigit Pramudya

Cedera hamstring memang cukup akrab dengan pemain sepakbola. Penyebabnya karena mereka sering melakukan gerakan-gerakan eksplosif, sprint, melompat, memutar, memotong gerakan – yang kadang itu semua dilakukan dengan tiba-tiba dan mendadak.

Di liga-liga top Eropa, kendati segi fasilitas olahraga dan keilmuan jauh lebih maju dibanding indonesia, angka cedera hamstring tetap saja tinggi. Lalu bagaimana angka cedera hamstring di Indonesia? Angkanya tidak terdeteksi dengan baik, kalaupun terdekteksi itu hanya fenomena gunung es.

Baru-baru ini saya membaca buku yang diterbitkan oleh tim medis Barcelona dengan judul Clinical Practice Guide for Muscle Injuries.1 Setelah membaca itu, saya tertarik untuk mengaitkan cara penanganan cedera hamstring menurut Barcelona dengan cara yang dilakukan oleh Persib – betapapun jauhnya perbedaan dari segi fasilitas dan keilmuan.

Tentunya agak konyol membandingkan Persib dengan Barcelona. Tapi inilah upaya saya untuk membantu sepakbola Indonesia, sesuai bidang keilmuan dan profesi saya sebagai fisioterapi di Persib Bandung.  Syukur-syukur jika ini bisa menjadi bahan tambahan yang bisa menambah wawasan terkait upaya memahami cedera hamstring di kesebelasan-kesebelasan Indonesia.

Antisipasi

Selama satu dekade terakhir di Barcelona, terdapat 150 kejadian cedera hamstring. Dari jumlah tersebut, 60 di antaranya terjadi pada otot semitendinosus dan semimebranosus (40%) dan sisanya yaitu 50% terjadi pada otot bisep femoris. Jika dirata-rata, setiap musim ada minimal enam kali pemain Barcelona mengalami cedera hamstring.

Di Persib, semenjak saya bergabung pada Desember 2013, terdapat empat pemain yang mengalami cedera hamstring di musim 2014 lalu. Yaitu M. Ridwan, Ferdinand Sinaga, Tantan, dan Supardi. Dari keempat nama itu, hanya M. Ridwan yang memakan waktu hingga tiga minggu untuk pemulihan. Tiga nama lainnya kurang dari tiga minggu untuk pemulihan.

Mengapa angka cedera hamstring di Barcelona lebih tinggi? Menurut saya salah satunya karena gaya bermain. Dengan gaya bermain tiki-taka, yang mengandalkan umpan-umpan pendek cepat yang disertai gerakan tanpa bola yang terus menerus guna membuka ruang kosong, para pemain Barcelona memang sangat membutuhkan gerakan-gerakan eksplosif yang terus menerus. Keharusan berlari dan membuka ruang setelah melepas umpan memaksa mereka untuk melakukan gerakan-gerakan kejut dengan intensitas yang tinggi.

Inilah yang menyebabkan angka cedera hamstring di Barcelona terlihat lebih tinggi. Ini memperlihatkan bagaimana pilihan taktikal dan gaya bermain sangat memungkinkan berkaitan dengan aspek resiko cedera.

Menyadari akan hal itu tim medis Barcelona melakukan beberapa upaya pencegahan. Namun tetap saja angkanya masih tinggi. Salah satu faktornya ialah ketatnya persaingan di antara pemain yang memaksa atau mendorong mereka untuk bekerja sampai batas terjauh yang bisa digapai. Belum lagi faktor jadwal yang padat melakoni La Liga, Copa del Rey, Liga Champions Eropa hingga memperkuat Spanyol.

Berbeda dengan Persib yang musim lalu hanya bermain untuk ISL saja, jadwal dan agenda tim nasional pun tidak padat, juga tidak menentu karena jarang memanfaatkan kalender internasional. Itu pun tetap saja ada empat pemain yang mengalami cedera hamstring.

Untuk mencegah cedera baru, tim medis Barcelona mengidentifikasi pemain yang berisiko. Dari semua faktor resiko hamstring pada sepak bola, ternyata faktor usia dan adanya riwayat cedera hamstring sebelumnya menjadi perhatian pokok.

Penilitian yang dilakukan tim medis Barcelona menyebutkan bahwa kekuatan otot hamstring, lingkup gerak sendi, ketidakseimbangan otot, dan masalah pada punggung merupakan faktor resiko yang sangat signifikan memunculkan cedera hamstring. Model pelatihan Barcelona kemudian disusun sedemikian rupa untuk mengantisipasi hal itu.

Lapangan yang menjadi tempat latihan sehari-hari jelas menjadi faktor penting yang layak diperhatikan dengan serius. Barcelona tentu saja punya fasilitas lapangan yang sangat baik dan nyaman. Ini berbeda dengan Persib yang harus sering berlatih di lapangan Sidolig yang bergelombang, tidak rata dan dengan tanah yang keras. Resiko cedera tentu saja menjadi lebih tinggi.

Baca juga:

Sering Cedera, Phil Jones Pilih Yoga
4 Alasan Pentingnya Klub Melakukan Tes Medis kepada Calon Pemain
Menjaga Kondisi Fisik a la Juara Dunia
Plasenta untuk Cedera Diego Costa 


Diagnosis

Dalam menentukan diagnosis pada cedera otot dilakukan dengan melihat gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pencitraan (MRI). Selain itu mekanisme gerakan atau proses kejadian yang menimbulkan cedera juga harus diperhatikan.

Sebagian besar tim medis akan melakukan MRI untuk menentukan lokasi cedera yang tepat serta berapa luas cedera yang terjadi. Namun bagi Barcelona, MRI hanya digunakan untuk memeriksa cedera betis dan cedera paha depan. Dalam praktiknya, tim medis Barecelona lebih sering menggunakan USG untuk mengetahui secara detail tentang cedera hamstring pemainnya.

Mereka beralasan, pemeriksaan dengan USG jauh lebih tepat untuk penanganan cedera otot dan hamstring. Ini berbeda dangan MRI. Dalam pemeriksaan MRI, sebagaimana rontgen, pemain/pasien diposisikan dalam keadaan statis. Dalam posisi tidur dan statis atau diam, pemain kemudian dipindai cederanya.

Melalui pemeriksaan USG, lokasi cedera bisa diperiksa secara dinamis, sembari menggerak-gerakkan bagian yang cedera (menekuk-meluruskan lutut). Dengan begitu, bisa diketahui secara lebih detail bagaimana kondisi otot hamstring serta dikatahui juga seberapa besar gangguan peredaran darah dalam ototnya.

Di Indonesia sendiri, termasuk di Persib, kebanyakan tidak selalu langsung melakukan MRI atau USG. Kita lebih mengandalkan melakukan pemeriksaan fisik dan tes spesifik. Namun apabila cedera dirasa cukup parah baru melakukan pemeriksaan MRI atau USG.

Pengobatan dan Rehabilitasi

Pada tahap awal cedera (3 sampai 7 hari) akan dihabiskan dengan istirahat singkat guna memberikan kesempatan tubuh untuk mengobati dirinya sendiri. Istirahat tidak dilakukan dengan waktu yang lama agar menghindari efek immobilisasi (pembatasan gerak).

Selain istirahat, tim medis Barcelona juga memberikan cryotherapi (kompres es), elavasi (hamtring disposisikan lebih tinggi dari panggul) dan kompresi atau pembebatan menggunakan perban elastis atau taping kaku, dan berjalan menggunakan kruk apabila cedera parah. Penggunaan kruk ini berfungsi menghindari peregangan otot selama fase awal. Ketika berjalan dengan kruk maka hamstring benar-benar di diistirahatkan. Untuk fase ini, apa yang terjadi di Barcelona juga tidak terlalu jauh dengan yang terjadi di Persib dan kebanyakan kesebelasan di Indonesia.

Pada tahap kedua, lutut dan panggul harus segera digerakkan secara bertahap sebatas rasa nyeri yang muncul. Jika nyeri maka gerakan di-stop. Selanjutnya dilakukan latihan kontraksi isometris, dimana dilakukan gerakan yang menggerakan perpanjangan otot namun tidak terjadi gerakan pada sendi lutut dan panggul.

Sebagai contoh seperti pemain pada posisi duduk kaki lurus, lalu dibawah lutut diberi bantal, kemudian pemain diinstruksikan menekan bantal menggunakan lutut sisi belakang lalu ditahan beberapa detik. Gerakan macam itu kemudian diulang sesuai dosis fisioterapi.

Selanjutnya diberikan program latihan konsentrik dan eksentrik dengan beban yang naik secara bertahap. Latihan ini akan lebih baik bila dikombinasikan dengan melatih kardiovaskuler dari level ringan, seperti bersepeda atau berenang. Ini dimaksudkan agar kondisi fisik pemain tidak tertinggal jauh dengan pemain lain yang tidak cedera.

Selain itu juga diberikan latihan stabilitas otot inti atau biasa disebut core stability. Latihan yang berfokus pada otot-otot perut ke dalam hingga punggung yang bertujuan agar postur badan selalu berada pada posisi yang benar. Sehingga gerakan yang terjadi pada tungkai menjadi lebih efisien.

Pada tahap ketiga, terapi latihan yang diberikan sudah masuk ke area sepakbola lagi. Jenis latihan yang diberikan merupakan minatur/simulasi gerakan yang biasa dilakukan saat bermain, seperti melompat, putar badan, gerak eksplosif, dan lain sebagainya. Pada tahap ini biasanya fisioterapi bekerjasama dengan pelatih fisik atau pelatih tehnik.

Pada tahap pemulihan dan rehabilitasi ini, penggunaan elektroterapi tidak begitu sering diberikan di Barcelona. Jika pun dilakukan elektroterapi, kami pastikan tidak mengganggu pengobatan lainnya yang sudah dilakukan seperti cryotherapy.

Sementara tindakan operasi akan dilakukan dengan pertimbangan dan diagnosis yang sematang-matangnya. Operasi dilakukan apabila ada robekan total pada tendon atau adanya kelemahan total pada bagian inti dari otot hamstring. Operasi akan menunjukkan hasil yang lebih baik apabila dilakukan di tiga minggu awal daripada dilakukan setelah cedera berlalu tiga minggu. Sementara untuk penggunaan obat, Barcelona merekomendasikan penggunaan parasetamol/acetaminophen sebagai analgesik.

Cara penanganan tim medis Persib hampir menyerupai cara tim medis Barcelona FC. Ini dikarenakan ilmu pengetahuan di bidang medis kita banyak mempelajari dari apa yang dilakukan dan berkembang di Eropa. Perbedaan paling mencolok, tentu saja, faktor fasilitas dan kelengkapan medis. Alat elektroterapi yang dipunyai di Indonesia tentu tidak selengkap dan secanggih di Barcelona.

Kembali Bertanding

Sebelum pemain yang mengalami cedera hamstring diizinkan bermain kembali, ada banyak faktor dan kriteria yang harus dipenuhi. Seperti faktor kebugaran, kelincahan, kecepatan dan kekuatan harus menunjukkan nilai yang baik.

Tim medis Barcelona menggunakan GPS untuk mengevaluasi kemampuan sang pemain dalam bermain untuk mengetahui kesiapan mereka untuk kembali bertanding. Nah, di Persib mana punya kita GPS, sehingga kita hanya memantau ketika sang pemain melahap program latihan yang diberikan tim pelatih. Apakah ada keluhan atau tidak selama melahap program latihan. Selain itu pemain juga harus dapat melahap latihan dengan beban submaksimal tanpa adanya keluhan. Jika ada keluhan, seharusnya jadwal bermain kembali harus ditunda lagi.

Setelah itu semua terpenuhi, pemain diberikan waktu 4-5 hari untuk tetap berlatih, setelah itu barulah benar-benar dimungkinkan untuk terlibat lagi dalam suatu pertandingan. Itu yang terjadi di Barcelona.

Berbeda dengan Barcelona, untuk mempersingkat waktu kita biasanya tidak menunggu 4-5 hari pemain untuk berlatih biasa. Saya biasanya langsung memberikan tes performance seperti sprint, tes kelincahan untuk mengetahui pemain apakah sudah dalam kondisi normal. Ini dilakukan karena berlama-lama menunda pemain untuk bertanding sangat tidak mungkin dilakukan di Indonesia!

Aspek penting lain yang juga harus diperhatikan ketika memutuskan pemain untuk kembali bertanding yaitu posisi bermain sang pemain. Pemain yang berposisi di belakang dan gelandang bertahan tidak sering melakukan gerakan eksplosive sehingga lebih cepat dalam menentukan kapan kembali bertanding.

Berbeda dengan pemain yang berposisi winger baik penyerang maupun bek sayap, mereka sering melakukan gerakan eksplosive dan sprint sehingga keputusan untuk kapan kembali bertanding harus dilakukan dengan hati-hati.

Di Persib ada Supardi, Ridwan, Tantan, Firman Utina, Tony Sucipto dan beberapa pemain lain yang mempunyai kecepatan dan sering melakukan gerakan eksplosif. Untuk pemain-pemain seperti itu, keputusan untuk kapan mereka bisa bertanding lagi setelah cedera hamstring harus dilakukan dengan lebih berhati-hati

Sumber :

FC Barcelona Medical Service. Clinical Practice Guide For Muscular Injuries. cbjwfwgEpidemiologi, Diagnosis, Treatment, and Prevention. Apunts Med Esport 2009


Sigit Pramudya, fisioterapis profesional, kini bekerja untuk Persib Bandung. Anda bisa berkonsultasi dengan Sigit, terkait aspek kebugaran dan hal-hal terkait fisioterapi lainnya, melalui akun twitter: @sigitpramudya1.

Komentar