Guido Buchwald: Mencuri Nama Depan Maradona dan Menghantui Smith

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Guido Buchwald: Mencuri Nama Depan Maradona dan Menghantui Smith

Guido Buchwald tidak berangkat ke Meksiko pada tahun 1986. Franz Bekckenbauer, pelatih tim nasional Jerman Barat, tidak menyertakan nama Buchwald dalam kesebelasannya. Empat tahun setelahnya, Buchwald tak hanya membuat Beckenbauer membawanya ke Italia. Buchwald juga berhasil mematikan Diego Maradona dan mengambil gelar juara serta nama depan dari pemain besar tersebut.

Jerman Barat berhasil mencapai partai final di Piala Dunia 1986. Lawan mereka di Estadio Azteca, Meksiko, adalah raksasa sepakbola Benua Amerika: Argentina. Argentina unggul terlebih dahulu lewat Jose Luis Brown di menit ke-23. Jorge Valdano membuat Jerman Barat semakin jauh tertinggal di menit ke-56. Jerman Barat menolak menyerah. Lewat Karl-Heinz Rummenigge (menit ke-74 dan Rudi Voeller (81), Jerman Barat menyamakan kedudukan.

Diego Maradona, megabintang Argentina saat itu, menunjukkan kelasnya. Walaupun keleluasaannya dibatasi oleh para pemain Jerman, Maradona berhasil menjadi pembeda. Umpannya kepada Jorge Burruchaga di menit ke-84 membawa Argentina kembali unggul. Pada akhirnya, Argentina mengakhiri pertandingan sebagai pemenang.

Empat tahun berselang, kedua kesebelasan kembali bertanding di final Piala Dunia. Saat itu, pertandingan dilangsungkan di Stadio Olimpico yang terletak di Roma, ibu kota Italia. Jerman Barat masih dilatih oleh Franz Beckenbauer. Lawan mereka juga sama; Argentina. Namun peruntungan Jerman Barat di pertandingan ini berbeda. Mereka mengakhiri pertandingan sebagai pemenang.

Lewat eksekusi penalti di menit ke-85, Andreas Brehme memecah kebuntuan pertandingan. Gol Brehme adalah satu-satunya gol yang tercipta di pertandingan ini sehingga dirinya pantas disebut pahlawan kemenangan. Namun Brehme tidak sendiri.

Ada sosok lain yang jasanya dalam pertandingan ini tak kalah penting ketimbang Brehme: Guido Buchwald. Buchwald, bek tengah berusia 29 tahun, rela melakukan pekerjaan kotor. Ia merendahkan dirinya sendiri untuk menyelesaikan tugas mulia: menjaga ketat Diego Maradona sepanjang laga.

Di Italia tahun 1990, Maradona tak bisa kembali menyakiti Jerman Barat. Malah, ia menangis begitu pertandingan berakhir; ia yang tersakiti di sini. Semua itu terjadi karena Buchwald dengan disiplin mengawasi dan mencegah semua usaha Maradona yang berpotensi merugikan untuk timnya. Bagi Buchwald, buah dari permainan disiplin tersebut adalah "hak" untuk menggunakan nama depan El Diego sebagai nama panggilannya; selain, tentu saja, trofi Piala Dunia.

:Penyebabnya terjadi pada tahun 1990 di Italia, ketika saya ditugaskan untuk mengawal setiap pergerakan Diego Maradona di pertandingan final [Piala Dunia]. Saya membuatnya tak berkutik, dan di Jerman orang-orang mulai memanggil saya "Diego". Ia adalah pemain terbaik di dunia saat itu, dan karena saya mengawalnya dengan sangat baik di pertandingan tersebut, namanya menjadi nama panggilan saya," ujar Buchwald berkisah ketika diwawancarai oleh Deutsche Welle pada tahun 2010 lalu.

Sulitnya bergerak bebas di bawah pengawasan Buchwald tak hanya dirasakan Maradona. Alan Smith, penyerang tim nasional Inggris, juga tahu bagaimana rasanya. Padahal, sebagai catatan, Smith berhadapan dengan Buchwald dalam sebuah pertandingan persahabatan di Wembley pada bulan September 1991. Sebuah pertandingan persahabatan yang membuat Smith, menurut pengakuannya sendiri, merasa terhantui selama bertahun-tahun.

"Sederhananya, saya nyaris tidak pernah menyentuh bola karena perhatian seksama yang diberikan oleh Guido Buchwald, seorang monster yang mengikuti saya kemanapun saya bergerak dan seseorang yang tidak mau memberi saya ruang gerak satu inci pun," kenang Smith dalam artikelnya untuk the Telegraph.

Komentar