Terbelit Pencucian Uang Haram dalam Sepakbola

Berita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Terbelit Pencucian Uang Haram dalam Sepakbola

Birmingham City kembali berurusan dengan polisi. Kali ini mereka melaporkan salah seorang pegawai mereka yang “menyalahgunakan” uang klub sebesar 2,5 juta pounds. Saat ini kasus tersebut masih diselidiki oleh kepolisian Hongkong.

Perusahaan pemilik Birmingham City FC, Birmingham International Holding Limited (BIHL), memuat pernyataan: “Dewan klub baru saja mengetahu bahwa bekas pekerja dari perusahaan mungkin saja menyalahgunakan dana sebesar 20 juta dollar Hongkong yang dimiliki grup sejak Desember 2013,” tulis BIH seperti dirilis Guardian, “Perusahaan telah melaporkan penyalahguanaan tersebut kepada kepolisian Hongkong, dan mereka tengah menginvestigasikannya.”

BIHL merupakan perusahaan yang teregistrasi di Pulau Cayman dan melantai di bursa saham Hongkong. Saham mayoritas BIHL sebesar 27,5 persen dimiliki oleh bekas Presiden Birmingham City, Carson Yeung.

Yeung, pada 2009 membeli seluruh saham klub senilai 81,5 juta pounds dari tangan pemilik sebelumnya, David Sullivan dan David Gold. Pada Februari 2014, Yeung memutuskan mundur dari jabatan Presiden Birmingham City, direktur Birmingham City Plc., dan Direktur serta Pemilik BIHL. Pengunduran dirinya ini hanya beberapa hari jelang dakwaan kepada dirinya oleh Pengadilan Hongkong.

Penyidik Kepolisian Hongkong sebelumnya telah menginvestigasi aliran dana yang mengalir ke rekening Yeung sejak 2001 hingga 2007. Mereka menemukan adanya dana senilai 55 juta pounds di mana 7,7 juta pounds di antaranya tidak jelas didapatkan dari mana. Atas kasus tersebut, Yeung didakwa enam tahun penjara.

Yeung secara meyakinkan terbukti bersalah atas sangkaan terkait uang di rekeningnya. Dalam pembelaannya, Yeung mengaku aliran uang tersebut sebagia hasil dari penjuaan saham, usaha bisnis di Tiongkok, bisnis salon, serta rumah judi.

Namun, hakim yang menangani kasusnya menganggap Yeung berbohong karena tak bisa menjelaskan dari mana sisa 7,7 juta pounds itu berasal. Hakim menjerat Yeung sebagai upaya memelihara integritas sistem bank di Hongkong. (Simak tulisan lain tentang aksi kriminal Yeung ini: Terlibat Pencucian Uang, Eks Penata Rambut Sekaligus Pemilik Birmingham di Penjara)

Yeung sendiri bekerja di Inggris sejak kecil. Ia lalu menapaki karirnya sebagai penata rambut di Hongkong. Karirnya meroket saat ia berinvestasi properti di Makau pada 1990, dan menjadi salah satu pengembang berpengaruh di Hongkong.

Saat ini, Yeung kembali menjadi sorotan. Menurut salah seorang direktur BIHL, ia sengaja mencopot tiga orang direktur, dan menggantikannya dengan orang-orang kepercayaannya.

Jengah atas hal ini, suporter Birmingham City tak tinggal diam. Mereka mengadukannya kepada operator Divisi Championship, Football League. Operator liga sendiri sudah setuju untuk menginvestigasi terkait pengaruh Yeung di klub. Pasalnya, liga dengan jelas melarang seseorang yang terkait dengan kasus hukum, menjabat di klub. (tentang bagaimana sepakbola Kolombia yang dikuasai oleh kartel Narkoba).

BIHL sendiri menghentikan aktivitas jual beli saham sejak enam minggu lalu. Mereka saat ini tengah fokus dengan membuat komite investigasi untuk memeriksa dugaan penyelewengan dan menentukan kontrol macam apa yang akan dilakukan.

Operator liga di Inggris dengan jelas mengatur bahwa seseorang yang melanggar hukum tidak diperkenankan berurusan apapun dengan sepakbola. Pun dalam kasus Yeung. Meski ia hanya menunjuk tiga orang di BIHL, yang sejatinya merupakan induk dari Birmingham City, operator liga tak setuju atas keterkaitannya. (Simak laporan Ketika Korupsi Menghancurkan Sepakbola).

Praktik pencucian uang melalui saluran sepakbola memang bukan cerita baru.

Pada 2009, Financial Action Task Force [FATF], yang dididirikan pada 1989 oleh negara-negara yang tergabung dalam G-7 [pada 1997, Rusia bergabung dan kelompok ini pun menjadi G-8], merilis laporan mengenai pola-pola kejahatan keuangan dalam sepakbola. Dan praktik pencucian uang merupakan kejahatan utama dalam laporan FATF ini.

Dalam laporannya, FATF menyebut bahwa kepemilikan sebuah klub menjadi salah satu isu pokok dalam kejahatan pencucian uang (bandingkan dengan kasus Birmingham di atas). Investasi pada klub-klub sepakbola berskala kecil memunculkan risiko pencucian uang karena kurangnya transparansi mengenai sumber pendanaan. Persoalan sudah dimulai dari proses penanaman modal yang sumbernya kabur sehingga sulit untuk memverifikasi asal dana yang diinvestasikan (lagi-lagi kasus Birmingham bisa dirujuk).

Sebagian klub sepak bola tidak selalu sangat menguntungkan dan keuntungan atas investasi di masa mendatang sangat tidak terduga. Oleh karena itu, banyak para penjahat kaya yang menginvestasikan uangnya ke klub-klub lokal bukan untuk mencari laba. Yang mereka cari adalah "image" agar bisa disukai, dikenal dan disegani di kota tempat klub tersebut berada. Dengan berinvestasi di sepakbola, organisasi kriminal bisa masuk ke penguasa lokal atau bahkan nasional.

Di Meksiko, seorang pengusaha fiktif yang terkait dengan pejabat pemerintah daerah memperoleh tim yang menguntungkan di liga sepakbola professional dan menggunakan klub itu untuk menarik politisi dan pejabat dari berbagai tingkat. Berkat klub itu, ia memiliki akses kepada para pejabat setempat dan para pengambilan keputusan. Dari sinilah lobi-lobi dilakukan, termasuk untuk menguasai proyek-proyek publik yang didanai negara.

Tulisan terkait laporan FATF ini bisa dibaca lewat tinjauan kami atas laporan tersebut di sini: Pola-pola Kejahatan Keuangan dalam Sepakbola.

Bagaimana otoritas liga di Inggris merepons kasus yang menyangkut (ke)pemilik(an) Birmingham City memperlihatkan betapa seriusnya mereka menjauhkan sepakbola dari praktik-praktik yang bisa mendelegitimasi kehormatan sepakbola. Aturan ketat yang melarang siapa pun yang pernah terbukti melanggar hukum untuk berkiprah di sepakbola bisa menjadi benteng yang kokoh untuk menjauhkan sepakbola dari tindakan curang, prilaku culas dan aksi-aksi korupsi yang merusak.


Dengan itulah sepakbola coba dirawat marwahnya. Dengan itulah sepakbola menjadi contoh yang baik. Berbeda dengan sepakbola Indonesia, bukan?


Kompilasi berita: bbc.co.uk, theguardian.com

Sumber gambar: dailymail.co.uk

Komentar