Piala Dunia 2018, Piala Dunia Kelas Dua

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Piala Dunia 2018, Piala Dunia Kelas Dua

“Bagaimana caranya sepakbola dimainkan di tempat yang sangat panas?” adalah pertanyaan besar yang mengiringi penunjukkan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.

Sementara itu, pertanyaan untuk Rusia selaku tuan rumah Piala Dunia 2018 adalah “bagaimana Piala Dunia akan diselenggarakan di suhu yang begitu dingin? Apakah kualitas lapangan di Rusia memenuhi standar yang diminta? Bukankah rumput sulit tumbuh di sana?”

Sebagai negara yang berada di sebelah utara garis lintang, beberapa daerah di Rusia memiliki suhu udara yang teramat dingin, karena iklim subtropis-nya. Apalagi Rusia bagian utara yang berdekatan dengan Lingkar Arktik.

Tak perlu rasanya menantikan jawaban langsung dari Rusia ataupun FIFA. Keraguan yang sama diarahkan kepada Kanada, tuan rumah Piala Dunia Wanita 2015. Sama seperti Rusia, Kanada berada dekat dengan Lingkar Arktik. Kedua negara memiliki masalah serupa perihal kualitas lapangan.

Kanada (juga Rusia)  tidak memiliki kemampuan untuk menyediakan lapangan yang sesuai standar. Iklim kedua negara membuat penyediaan lapangan berpermukaan rumput alami bersinonim dengan kata mustahil. Kuasa alam terlalu besar untuk dilawan.

Kanada menyiasati hal tersebut dengan beralih kepada lapangan rumput artifisial. Lapangan tersebut adalah lapangan kelas dua (kode kualitas FIFA 2), satu tingkat di bawah lapangan rumput berstandar kelas satu yang memiliki kode kualitas FIFA 1.

Kanada tidak bisa begitu saja dituduh tidak layak menggelar Piala Dunia karena mereka hanya mampu menyediakan lapangan kelas dua. FIFA sendiri memang mengizinkan penggunaan lapangan kelas dua jika ada hal-hal yang membuat negara penyelenggara tidak mungkin menyediakan lapangan kelas satu.

“Lapangan dengan permukaan rumput artifisial adalah alternatif yang kredibel. Namun jika lapangan rumput alami tersedia maka terimalah hal tersebut, gunakan lapangan itu, dan nikmatilah. Jika memang tidak mungkin untuk menumbuhkan dan merawat rumput alami berkualitas baik maka rumput artifisial adalah alternatif yang baik,” ujar Prof. Eric Harrison sebagaimana diwartakan oleh situs resmi FIFA.

Prof. Eric Harrison adalah ahli yang dipercaya untuk melakukan inspeksi oleh Komite Eksekutif FIFA. Prof. Harrison mulai melakukan pemeriksaan kualitas dan kondisi lapangan pada 29 September 2014. Inspeksinya berakhir di tanggal 8 Oktober lalu. Tak hanya stadion, Prof. Harrison juga memeriksa lapangan latihan yang akan digunakan selama penyelenggaraan Piala Dunia Perempuan.

Lapangan rumput artifisial memang menawarkan permukaan yang sangat rata dengan perawatan yang jauh lebih mudah. Namun lapangan tersebut bukanlah tempat ideal untuk bermain sepakbola. Alasan utamanya adalah karena rumput artifisial tidak mampu menyuplai oksigen yang dibutuhkan selama permainan. Kemampuan tersebut hanya dimiliki oleh rumput alami.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Prozone di Liga Primer Rusia menunjukkan bahwa para pemain terlihat kurang nyaman menguasai bola di lapangan artifisial. Jumlah rataan sentuhan bola pun menurun walaupun sedikit (2,06 sentuhan di permukaan alami dan 2,01 di permukaan artifisial).

Ada ide untuk membentangkan lapisan rumput alami di atas permukaan lapangan rumput artifisial. Agar sepakbola tetap dapat dimainkan di lapangan kelas satu di daerah yang memiliki iklim yang tidak mendukung. Hal ini telah dicoba di beberapa tempat. Dan hasilnya ternyata tidak memuaskan. Akar rumput tidak dapat melakukan penetrasi dengan baik sehingga permukaan lapangan tidak kokoh.

Permukaan lapangan yang tidak kokoh sama berbahayanya dengan permukaan lapangan yang tidak rata. Menurut Prof. Harrison, hal tersebut dapat meningkatkan resiko cedera pergelangan kaki dan ACL.

Setelah mempertimbangkan semua aspek yang ada, keputusan diambil. Pertandingan-pertandingan Piala Dunia Perempuan 2015 akan dimainkan di atas lapangan kelas dua. Bukan tak mungkin Rusia mengambil langkah serupa.

Dengan bermain di lapangan kelas dua, mungkinkah permainan yang ditampilkan di Piala Dunia 2018 juga adalah permainan kelas dua?

Baca juga:

Qatar, Cuaca Dingin, dan Pendingin Ruangan.,

Keseriusan Rusia Menjadi Tuan Rumah Piala Dunia 2018,

FIFA Pastikan Piala Dunia 2018 Digelar di Rusia,

Kisruh Penggunaan Rumput Buatan pada Piala Dunia Perempuan 2015,

Bukti Nyata Bahaya Penggunaan Rumput Buatan.

Komentar