Fans Portsmouth Menunjukkan Bahwa Kesetiaan Sejati ada di Sepakbola

Football Culture

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Fans Portsmouth Menunjukkan Bahwa Kesetiaan Sejati ada di Sepakbola

“Klub-klub sepakbola sebenarnya seperti mayat hidup, apa pun yang Anda lakukan Anda tak akan pernah bisa membunuh mereka. Jangan biarkan mereka menentukan siapa yang mesti diturunkan dan jangan jatuh cinta kepada mereka.” ?Simon Kuper


Di atas adalah kutipan Simon Kuper ketika ia mengoentari tentang bagaimana klub sepakbola tidak bisa mati. Sejujurnya memang mungkin Anda tidak akan menemukan sebuah kekuatan tentang kesetiaan (yang kebanyakan adalah omong kosong) yang lebih besar dari pada kesetiaan seorang fans pada klub sepakbola idolanya.

Masalah keuangan? Hey, apakah itu akan mengganggu stabilitas sebuah tim sepakbola? Mungkin jawabannya iya, tapi tidak dengan eksistensinya. Fans adalah mereka yang akan tinggal dengan klub bagaimanapun nasib klub tersebut.

Namun, perlu juga sikap yang proaktif dari para fans untuk melindungi masa depan dari klub sepakbola mereka.

Fans Menyumbang untuk Membangun Akademi Portsmouth

Saya ingin mengucapkan selamat kepada Portsmouth Football Club! Uang sejumlah 250.000 poundsterling telah dikumpulkan hanya dalam dua bulan dari sumbangan para fans Portsmouth yang akan digunakan untuk membangun sebuah akademi baru.

Uang tersebut akan digunakan untuk menyediakan dua lapangan berukuran penuh untuk tim akademi Pompey di markas latihan mereka di Hilsea.

Portsmouth bisa dibilang adalah klub sepakbola yang terlahir kembali. Setelah bertahun-tahun mengalami bencana kepemilikan dan jatuh sampai ke divisi terbawah Football League, Pompey kini dimiliki oleh fans mereka. Mereka siap untuk bangkit kembali. Investasi fans untuk masa depan tim, sesuatu yang mantan pemilik klub tidak pernah lakukan, menunjukkan bahwa fans adalah penjaga sejati klub.

Kepemilikan oleh fans bukanlah sesuatu yang mudah untuk dicapai, dan perlu diingat bahwa itu bukanlah solusi pamungkas untuk semua masalah sepakbola. Namun, kita tahu pasti bahwa kepemilikan oleh fans yang lebih berkelanjutan akan membawa lebih banyak fans juga ke stadion.

Hubungan Alami Antara Fans dan Akademi Sepakbola

Ada hubungan yang sangat alami pula antara akademi sepakbola dan fans. Pertama-tama, hanya pendukung yang tahu tentang “seorang gelandang hebat berusia 14 tahun” di klub akademi dan reserve. Tidak seperti kebanyakan pemilik, para fans berada di klub untuk jangka panjang.

Lalu beberapa kali muncul opini dari para fans untuk membeli saham di akademi sepakbola klub mereka. Kenapa? Karena di pasar sepakbola saat ini, bahkan pemain yang baru berusia 13 tahun adalah “aset” yang bisa dijual oleh pemilik untuk mencari keuntungan. Klub telah berhenti mencetak pemain mereka sendiri dan tampaknya banyak tim tidak lagi melihat pengembangan masa depan mereka sendiri sebagai sesuatu yang berharga.

Tidak diizinkan untuk berinvestasi di akademi adalah salah satu kesalahan yang dibuat oleh pemilik yang tidak mengerti tentang apa yang mereka lakukan atau memang tidak berencana untuk terlibat di klub dalam jangka panjang.

Ini berarti bahwa fans, yang tentunya akan terus bersama dengan klub untuk pada masa baik maupun buruk, perlu proaktif untuk melindungi masa depan klub mereka sendiri.

Fans harus yakin untuk melakukan investasi yang lebih banyak untuk masa depan klub dan mengklaim “saham” di akademi. Biarkan pemilik khawatir tentang tetek bengek jangka pendek dan masalah skuat utama.

Ini adalah sebuah win-win solution bagi pemilik maupun fans klub sepakbola. Bagaimana dengan Indonesia? Masih terlalu jauh untuk bermimpi sepertinya.

Kesetiaan Sejati Hanya Ada di Sepakbola

Kasus Portsmouth di atas adalah salah satu contoh dari klub yang eksistensinya terancam. Contoh lain klub yang sial adalah Leeds United, klub yang dikelola sangat buruk (ya, benar) sejak mereka menembus semi-final Liga Champion 2001.

Alih-alih mati, mereka memotong gaji, terdegradasi, dan berkompetisi di level yang lebih rendah. Bayangkan lagi jika perusahaan sekelas BMW memecat para ahli mereka dan menyewa pekerja biasa-biasa saja untuk menghasilkan mobil yang buruk, atau Garuda Indonesia menyewa supir taksi untuk menerbangkan pesawat mereka. Pemerintah pasti akan menghentikannya dan sebagian besar pelanggan tidak mau berurusan dengan produk-produk buruk.

Memang klub-klub sepakbola bertahan karena beberapa pelanggan mereka yang berlabel “fans” tetap setia seberapa buruk pun produk yang dihasilkan. Jika Anda adalah seorang fans klub sepakbola, apa pun klub yang Anda dukung, berbahagialah dan berbanggalah, karena Anda lah bentuk kesetiaan yang paling sejati dari semua omong kosong di muka bumi ini.

(dex)

Komentar