Alex Ferguson - Manajer Terakhir dari Kelas Buruh

Cerita

by redaksi 28959

Alex Ferguson - Manajer Terakhir dari Kelas Buruh

Peran buruh dalam lembaran sejarah sepakbola Inggris memang memang tak bisa dihapuskan. �Tak hanya masalah basis dukungan, tapi juga tentang pelatih. Manajer-manajer terbaik yang pernah hadir di tanah Britania adalah mereka yang berlatar belakang kelas buruh, seperti halnya Bill Shankly, Jock Stein, Brian Clough, atau Matt Busby.

Para pelatih-pelatih itu dikatakan mendapatkan etos jujur dan kerja keras dari keluarga dan lingkungannya. Keinginan untuk keluar dari kemiskinan dan kesusahan juga mengajarkan mereka untuk saling membantu satu sama lain dan mementingkan komunitas .

Namun, dengan gelontoran uang yang semakin berlimpah, sulit menemukan jejak-jejak kelas pekerja pada era Premier League saat ini. Para pemain dengan gaji yang semakin meroket seolah terasing dari suporter yang mesti mengeluarkan uang tak sedikit untuk melihat tim kesayangannya main. Demikian pula dengan para pelatih. Sudah jarang ditemukan pelatih yang tumbuh dan mendapatkan nilai-nilai dari lingkungan pekerja penambangan atau pelabuhan.

Bisa dikatakan bahwa pelatih terakhir yang berlatar belakang kelas buruh adalah Alex Ferguson.�

"Ayah saya adalah seorang `kiri` dan demikian juga kebanyakan orang di tempat saya berasal. Saya tumbuh dari daerah kelas pekerja di kota Glasgow, dan saya sangat sadar dengan arti komunitas, serta bagaimana keluarga dan masyarakat saling membantu satu sama lain. Saya pernah bekerja di galangan kapal dan pernah terlibat dalam serikat. Saya juga tumbuh dengan kepercayaan bahwa Partai Buruh adalah partainya kelas pekerja, dan sampai sekarang saya masih percaya itu, " ujar Fergie dalam satu wawancara dengan majalah politik New Statesman.�

Tak hanya sekadar menganut nilai-nilai dari kelas pekerja, Fergie juga tak ragu berpolitik.�Ia bahkan bersahabat baik dengan Alastair Campbell, Direktur Komunikasi dan Strategi-nya Tony Blair, mantan perdana menteri Inggris dari Partai Buruh.�Pada saat-saat Partai Buruh mengalami kesulitan dan diserang berbagai pihak, maka Fergie akan menelepon kawannya itu dan memberikan dukungan. Pelatih yang menyerahkan kursinya pada David Moyes itu juga tak segan untuk memuji-muji pidato Tony Blair di media Inggris.

Ada satu hal lainnya yang juga memberikan pengaruh kuat pada Fergie terhadap pilihan politiknya, yaitu ibunya.

"Ibu saya meninggal pada November 1986 (era-nya Partai Konservatif-red), atau beberapa saat setelah saya menangani Manchester United. Dia dirawat di rumah sakit Southern General, di Glasgow. Tapi tempat itu benar-benar suram, tidak terurus, dan seolah diperuntukan bagi orang yang tidak memiliki harga diri. Seumur hidup, saya telah melihat bagaimana Partai Buruh bekerja untuk menyediakan jaminan kesehatan untuk orang-orang biasa, sementara Partai Konservatif hanya memikirkan para petinggi-petinggi saja. Sistem jaminan kesehatan jauh lebih baik ketika ditangani oleh Partai Buruh," tambahnya.

Karena kondisi ibunya itu jugalah Ferguson sering dikatakan sangat membenci Margaret Thatcher, perdana menteri dari Partai Konservatif yang memimpin Inggris pada periode 1979-1990.

Dalam memimpin tim, Fergie sendiri sering menerapkan etik-etik sosialisme yang memang erat dengan kelas buruh. Ini terutama untuk membantu para pemainnya berdaptasi terhadap uang dan kemasyhuran. Baginya, tugas seorang manajer adalah untuk tetap membuat para pemainnya tetap menginjak bumi.

Ferguson pun menjelaskan, "Saya berulang kali bilang pada pemain saya, bahwa yang membuat mereka jadi seorang pesepakbola adalah�etos kerja keras�, dan mereka tak boleh pernah kehilangan itu. Saya berkata pada mereka, bahwa jika mereka pulang menemui ibu mereka, maka ibu mereka harus bertemu dengan orang yang sama dengan yang sebelumnya. Jika tidak, maka ibu mereka akan kecewa."

Menilik kata-katanya ini tak heran jika hubungan dan Ferguson dan salah satu pemain kesayangannya, David Beckham, memburuk. Dalam buku biografinya, pelatih yang mendapatkan dua gelar Liga Champions bersama United ini juga menjelaskan, "David adalah satu-satunya pemain saya yang memilih untuk jadi terkenal. Ia menjadikan popularitas sebagai misinya."

Ferguson memang terkenal dengan prinsip bahwa tidak boleh ada pemain yang lebih besar dari timnya sendiri.

"Yang paling penting adalah tim. Saya bisa memimpin dan memberikan arahan, tapi tim harus merekat. Ini berarti membuat kebersamaan antar mereka tumbuh, dan membikin mereka bisa tinggal dalam ruangan yang sama, serta mendapatkan yang terbaik dari satu sama lain," kata Alex Ferguson.

Sangat kiri, bukan?





(vws)

Komentar